KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat
Tuhan YME. Atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Pancasila sebagai
Cita-cita Luhur Bangsa ini dengan lancar. Tujuan utama penuisan makalah ini
untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah fisafat panasila, yang dibimbing
langsung oleh Bapak Kasim Sembiring, S.H., M.H.
Penyusunan Makalah ini bersumber dari hasil
data-data sekunder, dimana data-data tersebut diperoleh dari buku panduan yang
berkaitan dengan Pancasila, serta diperlengkap melalui infomasi dari media
massa yang berhubungan dengan falsafah Pancasila sebagai cita-cita luhur
bangsa. Tidak lupa penulis menorehkan ucapan terima kasih kepada pengajar mata kuliah
Pancasila. Atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis, sehingga
terselesaikanlah makalah ini dengan baik.
Penulis berharap, makalah ini dapat memberi manfaat
kepada para pembaca, serta dapat menambah wawasan kita semua. Penulis menyadari
bahwa tidak ada yang sempurna didunia ini, kecuali Tuhan YME. Terlebih makalah yang
sederhana ini, sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
pembangun dari pembaca sangat dibutuhkan. Demi perbaikan makalah berikutnya
menuju arah yang lebih baik.
Jember, 27 September 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
PENDAHULUAN
Latar belakang 5
Rumusan Masalah 5
Tujuan 5
Manfaat 5
Ruang Lingkup 5
METODE PENULISAN
Objek Penulisan 6
Dasar Pemilihan Objek 6
Metode Pengumpulan Data 6
Metode Analisis 6
PEMBAHASAN
Landasan Filosofis Pancasila 7
Pengertian Filsafat 7
Fungsi Pancasila
sebagai Cita-cita Luhur Bangsa 14
Implementasi
Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa 14
Pendidikan
sebagai Cita-cita Luhur Bangsa 28
PENUTUP 33
Kesimpulan 33
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35
BAB I
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pancasila telah ada dalam segala bentuk
kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais.
Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama
dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor
12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil
dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di
antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo,
dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat
bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah
karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa
yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup
fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa
Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang
cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila
itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan
pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan,
pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk
kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan
ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa
Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga
ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat
adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila,
yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta
agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila ini
merupakan dasar bagi Pancasila untuk dijadikan sebagai Cita-cita Luhur Bangsa
Indonesia. Kita sebagai warga negara Indonesia yang cinta tanah air harus
mengetahui, menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah
ada dan semakin memajukannya.
1.2 Perumusan
Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa
rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
- Apakah landasan filosofis Pancasila?
- Apakah fungsi utama Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia?
- Bagaimanakah cara merealisasikan fungsi pancasila berikut implementasinya?
- Bagaimanakah revitalisasi fungsi pancasila di era globalisasi?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1.
Untuk mengetahui landasan
filosofis Pancasila
2.
Untuk mengetahui fungsi utama
Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia
3.
Untuk mengetahui perkembangan
implementasi pancasila di setiap era pemerintahan.
4.
Untuk mengetahui realisasi
pancasila di Indonesia beserta revitalisasinya.
1.4 Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:
1. Dapat menambah pengetahuan
tentang Pancasila dari aspek filsafat.
2. Dapat mengetahui landasan filosofis Pancasila.
3. Dapat mengetahui fungsi utama filsafat
Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia.
4. Dapat mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila
dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
1.5 Ruang
Lingkup
Makalah ini membahas mengenai landasan
filosofis Pancasila dan fungsi Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa
Indonesia. Serta membahas mengenai bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan
sebagai dasar Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia. Berdasarkan
beberapa masalah yang teridentifikasi tersebut, makalah ini difokuskan pada
falsafah Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia.
BAB II
METODE PENULISAN
2.1 Objek
Penulisan
Objek penulisan makalah ini adalah mengenai
falsafah Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia. Dalam makalah ini
dibahas mengenai landasan filosofis Pancasila, fungsi utama filsafat Pancasila
bagi bangsa dan negara Indonesia, dan bagaimana falsafah Pancasila dijadikan
sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia.
2.2 Dasar
Pemilihan Objek
Makalah ini membahas mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara
Indonesia. Falsafah Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang
sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini
sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling
adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui bahwa falsafah Pancasila dijadikan
sebagai falsafah negara Indonesia yang terdapat dalam beberapa dokumen historis
dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia.
2.3 Metode
Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan
data yang digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang
sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah yaitu dengan tema
wawasan kebangsaan. Sebagai referensi juga diperoleh dari situs web internet
yang membahas mengenai falsafah Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa
Indonesia
2.4 Metode
Analisis
Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu
mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yanag ada,
menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta
mencari alternatif pemecahan masalah
BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN
3.1 Landasan Filosofis Pancasila
3.1.1 Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah ”filsafat“
atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah berasal dari bahsa
Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta
kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos”
(pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian
bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga
berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti
cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari
filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang
nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban
manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh
Herakleitos.
Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran,
orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah
oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah
karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari
kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir sedalam-dalamnya
(merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau
falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan
suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan
pengertian filsafat adalah sebagai berikut:
• Socrates (469-399 s.M.)
Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau
berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia.
Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan
kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninajauan
diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif
• Plato (472 – 347 s. M.)
Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah
pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan
menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam
konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau
perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini
kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.
3.1.2 Pengertian Pancasila
Kata Pancasila berasal
dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5
Dasar/Ajaran, yaitu
1. Jangan mencabut nyawa makhluk
hidup/Dilarang membunuh.
2. Jangan mengambil barang orang
lain/Dilarang mencuri
3. Jangan berhubungan
kelamin/Dilarang berjinah
4. Jangan berkata palsu/Dilarang
berbohong/berdusta.
5. Jangan mjnum yang menghilangkan
pikiran/Dilarang minuman keras.
Diadaptasi oleh orang jawa
menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh.
Pengertian Pancasila Secara Etimologis
Perkataan Pancasil mula-mula
terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka dimana dalam
ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga
melalui Pancasila yang isinya 5 J [idem].
Pengertian secara Historis
·
Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir.
Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
· Pada tanggal 17 Agustus 1945
Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18 Agustus
1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya terdapat
rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama Pancasila. Sejak saat
itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea
4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar
Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini didaarkan interprestasi
(penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.
Pengertian Pancasila Secara Termitologis
Proklamasi 17 Agustus 1945 telah
melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI
mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45
dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum
rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan
benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh
Rakyat Indonesia
Pancasila Berbentuk:
Pancasila Berbentuk:
1. Hirarkis (berjenjang);
2. Piramid.
A. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam sidang BPUPKI
pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut:
1. Prikebangsaan;
2. Prikemanusiaan;
3. Priketuhanan;
4. Prikerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat
B. Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945 di
depan sidang BPUPKI, sebagai berikut:
1. Nasionalisme/Kebangsaan
Indonesia;
2. Internasionalisme/Prikemanusiaan;
3. Mufakat/Demokrasi;
4. Kesejahteraan Sosial;
5. Ketuhanan yang berkebudayaan;
Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut
dapat diperas menjadi Trisila yaitu:
1. Sosio Nasional : Nasionalisme dan
Internasionalisme;
2. Sosio Demokrasi : Demokrasi
dengan kesejahteraan rakyat;
3. Ketuhanan YME.
Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat
diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong.
C. Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22
Juni 1945 rumusannya sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan
beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia;
Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian
pancasila tersebut yang sah dan benar secara Konstitusional adalah pancasila
yang tercantum dalam Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya
ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang
menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI
yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan Uud 1945.
3.1.3 Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila dikenal sebagai
filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila
telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia.
Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui
sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari
waktu ke waktu.
v Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato
Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di
Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka.
Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme,
sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme.
v Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai
berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa
Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan
tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen),
dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari
Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak
pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”.
v
Filsafat Pancasila versi
Soeharto
Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf
yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti
interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly
Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila
dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang
bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia
antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo,
Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan,
Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum
adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia
yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma,
nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan
paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat
Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat
Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran
mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus
mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya.
Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti
praktis, filsafast Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa
filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak
hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar
untukmemenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi
juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut
dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat
hidup, way of the life, Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat
mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan
bertingkat-tingkat sebgai berikut:
1. Kebenaran indra (pengetahuan biasa);
2. Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan);
3. Kebenaran filosofis (filsafat);
4. Kebenaran religius (religi).
Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya
kita kutip ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959
yang berjudul “Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional”, yang isinya
anatara lain sebagai berikut:
Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat.
Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita
tinjau menurut ahli filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak
dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883)
dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga
bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant
(1724-1804).
Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari
antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang
harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu
sintese negara yang lahir dari antitese.
Saya tidak mau menyulap. Ingatlah kalimat pertama dan Mukadimah UUD Republik
Indonesia 1945 yang disadurkan tadi dengan bunyi: Bahwa sesungguhanya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu penjajahan harus
dihapusakan karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Kalimat pertama ini adalah sintese yaitu antara penjajahan dan perikemanusiaan
dan perikeadilan. Pada saat sintese sudah hilang, maka lahirlah kemerdekaan.
Dan kemerdekaan itu kita susun menurut ajaran falsafah Pancasila yang
disebutkan dengan terang dalam Mukadimah Konstitusi R.I. 1950 itu yang
berbunyi: Maka dengan ini kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu
Piagam Negara yang berbentuk Republik Kesatuan berdasarkan ajaran Pancasila. Di
sini disebut sila yang lima untukmewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan
perdamaian dunia dan kemerdekaan. Kalimat ini jelas kalimat antitese. Sintese
kemerdekaan dengan ajaran Pancasila dan tujuan kejayaan bangsa yang bernama
kebahagiaan dan kesejajteraan rakyat. Tidakah ini dengan jelas dan nyata suatu
sintese pikiran atas dasar antitese pendapat?
Jadi sejajar denga tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa ajaran
Pancasila itu adalah suatu sistem filosofi, sesuai dengan dialektis Neo-Hegelian.
Semua sila itu adalah susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat yang
harmonis. Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula
dengan pemandangan tinjauan hidup Neo-Hegelian.
3.2 Fungsi Utama Filsafat Pancasila Sebagai Cita-cita Luhur Bangsa serta Implementasi Pancasila
sebagai cita-cita luhur bangsa
Setiap
negara harus mempunyai cita-cita. Layaknya individu, cita-cita merupakan target
puncak yang mengacu semangat dalam diri kita untuk menciptakan sesuatu yang
luar biasa, yang berasal dari target luhur yang dituliskan sebelumnya dalam
diri individu. Hal ini bisa dianalogikan pada suatu negara.
Cita-cita
luhur bangsa, merupakan bendera kejayaan
yang berda dipuncak langit tertinggi. Kuatnya semangat persatuan kenegaraan
akan menguatkan berdirinya negara itu. Kerapuhan semangat suatu negara, beraikbat lemahnya negara
tersebut.
Pancasila
sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia telah ada sebelum bangsa Indonesia
mendirikan negara atau Proklamasi 17 Agustus 1945. Bangsa Indonesia belum
mempunyai Undang-undang Dasar Negara yang tertulis. 18 Agustus 1945 disahkan
pembukaan dan batang tubuh Undang-undang Dasar 1945 oleh PPKI (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia). PPKI merupakan penjelmaan atau wakil-wakil
seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur itu untuk membela
Pancasila untuk selama-lamanya.
Pancasila
sebagai cita-cita dan tujuan Bangsa Indonesia tegas dimuat dalam pembukaan
Undang-undang Dasar 1945. Karena pembukaan Undang-undang Dasar 1945 merupakan
penuangan jiwa proklamasi yaitu jiwa Pancasila, sehingga Pancasila merupakan
cita-cita dan tujuan bangsa indonesia. Cita-cita luhur inilah yang akan disapai
oleh Bangsa Indonesia
Dengan
menjadikan filsafat pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa, maka sepanjang
hidup perjalanan generrasi bangsa adalah mewujudkan visi misi yang telah
diprogram langsung oleh para pendiri negara indonesia. Oleh karenanya dalam
perwujudan tersebut, para generasi tidak hanya bersaha untuk mencapai cita-cita
luhur ii, namun juga harus berusaha untuk memfilter nilai-nilai yang tidak
sesuai dengan cita-cita luhur bangsa.
Pancasila
sebagai ideologi terbuka, maka akan gampang sekali bila nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila disimpangkan oleh para generasi yang tak bermoral.
Akibat perubahan teknologi dan budaya yng mengglobal, tidak sedikitmoral-moral
generasi bangsa tercampur baur dengan enkulturasi budaya yang tidak sedikit.
Oleh karenanya para generasi harus mempunyai pendirian sekaligus kejelian yang
tinggi dalm menghadapi perkembangan ini
Negara
kita Indonesia. Dalam pengelolaan atau pengaturan kehidupan bernegara ini
dilandasi oleh filsafat atau ideologi pancasila. Fundamen negara ini harus
tetap kuat dan kokoh serta tidak mungkin diubah. Mengubah fundamen, dasar, atau
ideology berarti mengubah eksistensi dan sifat negara. Keutuhan negara dan
bangsa bertolak dari sudut kuat atau lemahnya bangsa itu berpegang kepada dasar
negaranya. Apalagi fundamental tersebut juga merupakn cita-cita yang harus
dicapai, maka hal ini sangat perlu untuk dikukuhkan kedudukan Pancasila sebagai
cita-cita luhur bangsa yang tersurat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
alenia 4 antara lain menegaskan: “….., maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalm permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dengan
kedudukan yang istimewa tersebut, selanjutnya dalam proses penyelenggaraan
kehidupan bernegara memiliki fungsi yang kuat pula. Pasal-pasal Undang-Undang
Dasar 1945 menggariskan ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi pancasila
dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara. Berikut ini dikemukakan
ketentuan-ketentuan yang menunujukkan fungsi dari masing-masing sila pancasila
dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Ketentuan-ketentuan
yang menunjukkan fungsi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu: kehidupan
bernegara bagi Negara Republik Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa,
negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama serta untuk
beribadah menurut agama dan kepercayaannnya, negara menghendaki adanya
toleransi dari masing-masing pemeluk agama dan aliran kepercayaan yang ada
serta diakui eksistensinya di Indonesia, negara Indonesia memberikan hak dan
kebebasan setiap warga negara terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Selanjutnya
ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab, antara lain : pengakuan negara terhadap hak bagi setiap bangsa untuk
menentukan nasib sendiri, negara menghendaki agar manusia Indonesia tidak
memeperlakukan sesame manusia dengan cara sewenang-wenang sebagai manifestasi
sifat bangsa yang berbudaya tinggi, pengakuan negara terhadap hak perlakuan
sama dan sederajat bagi setiap manusia, jaminan kedudukan yang sama dalam hukum
dan pemerintahan serta kewajiban menjunjung tinggi hokum dan pemerintahan yang
ada bafi setiap warga negara.
Ketentuan-ketentuan
yang menunjukkan fungsi sila Persatuan Indonesia, yaitu: perlindungan negara
terhadp segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiba dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, negara mengatasi segala paham golongan dan segala paham perseorangan,
serta pengakuan negara terhadap kebhineka-tunggal-ikaan dari bangsa Indonesia
dan kehidupannya.
Selanjutnya
ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kerkyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarata perwakilan, yaitu: penerapan
kedaulatan dalam negara Indonesia yang berada di tangan rakyat dan dilakukan
oleh MPR, penerapan azas musyawarah dan mufakat dalam pengambilan segala
keputusan dalam negara Indonesia, dan baru menggunakan pungutan suara terbanyak
bila hal tersebut tidak dapat dilaksanakan, jaminan bahwa seluruh warga
negara dapat memperoleh keadlan yang sama sebagai formulasi negara hokum dan
bukan berdasarkan kekuasaan belaka, serta penyelenggaraan kehidupan bernegara
yang didasarkan atas konstitusi dan tidak bersifat absolute.
Yang
terakhir adalah ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Keadlan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, antara lain: negara menghendaki agar
perekonomian Indonesia berdasarkan atas azas kekeluaraan, penguasaan
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta menguasai hajat hidup
orang banyak oleh negara, negara menghendaki agar kekayaan alam yang terdapat
di atas dan di dalam bumi dan air Indonesia dipergunakan untuk kemakmuran
rakyat banyak, negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia mendapat
perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual,
negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia memperoleh pengajaran
secara maksimal, negara Republik Iindonesia mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pengajaran nasional yang pelaksanaannya ditur berdasarkan
Undang-Undang, pencanangan bahwa pemerataan pendidikan agar dapat dinikmati
seluruh warga negara Indonesia menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah, masyarakat dan keluarga, dan negara berusaha membentuk manusia
Indonesia seutuhnya.
Sebagai
falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang
merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star
bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman
dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup
kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia
Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar
serta falsafah negara Republik Indonesia.
Pancasila
telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi
mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18
Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang
benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha
Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah
Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr
Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa
Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di
negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu
mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang
toleransi.
Kedua,
Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham
positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut
mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga,
karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma
yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta
norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme
dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia
yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme
juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk
berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan
kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati
sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak
bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan
demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia yang
harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati,
menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para
pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan
negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Pengertian
Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa
diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana
tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama
rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu
disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan
MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum
di Indonesia.
Dengan
syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan:
kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami
Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah
kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi
oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka
Pancasila merupakanintelligent choice karena mengatasi keanekaragaman
dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan.
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism),
tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang
dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai
hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo:
“Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan
sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas
aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak
mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak
mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala
golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan
rakyatnya …”
Penetapan
Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus
tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan.
Mengenai hal itu,Kirdi Dipoyudo (1979:30)
menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan
martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil
dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan
dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin,
memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat,
dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan
tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga
merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan
martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan
pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan
memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium
identatis-nya.
Pancasila
seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman
sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara
hirarkis-piramidal. Setiap sila memiliki hubungan yang saling mengikat dan
menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan.
Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan
sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan
yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan
sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan
Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu
kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak
dapat diantitesiskan satu sama lain. Prof. Notonagoro melukiskan sifat
hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”
sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain
haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka
mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa,
Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari
Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar
negara sesungguhnya berisi:
- Ketuhanan yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Isi
Pembukaan UUD 1945 adalah nilai-nilai luhur yang universal sehingga Pancasila
di dalamnya merupakan cita-cita yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa.
Gagasan vital yang menjadi isi Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa
merupakan jawaban kepribadian bangsa sehingga dalam kualitas awalnya Pancasila
merupakan perjanjian luhur bangsa, tetapi dalam perkembngannya menjadi ideologi
dari berbagai kegiatan yang berimplikasi positif atau negatif.
Pancasila
bertolak belakang dengan kapitalisme ataupun komunisme. Pancasila justru
merombak realitas keterbelakangan yang diwariskan Belanda dan Jepang untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Pancasila sudah berkembang menjadi
berbagai tahap semenjak ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945,yaitu :
1.
Tahun 1945-1948 merupakan tahap politis. Orientasi Pancasila
diarahkan pada Aand character building. Semangat persatuan dikobarkan demi
keselamatan NKRI terutama untuk menanggulangi ancaman dalam negeri dan luar
negeri. Di dalam tahap dengan atmosfer politis dominan, perlu upaya memugar
Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa secara ilmiah filsafati. Pancasila
mampu dijadikan pangkal sudut pandangan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
yang dalam karya-karyanya ditunjukkan segi ontologik, epismologik dan
aksiologiknya sebagai raison d’etre bagi Pancasila (Notonagoro, 1950)
Resonansi
Pancasila yang tidak bisa diubah siapapun tecantum pada Tap MPRS No.
XX/MPRS/1966. Dengan keberhasilan menjadikan “Pancasila sebagai asas tunggal”,
maka dapatlah dinyatakan bahwa persatuan dan kesatuan nasional sebagai suatu
state building.
2.
Tahun 1969-1994 merupakan tahap pembangunan ekonomi sebagai upaya mengisi
kemerdekaan melalui Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I). Orientasinya
diarahkan pada ekonomi, tetapi cenderung ekonomi menjadi “ideologi”
Secara
politis pada tahap ini bahaya yang dihadapi tidak sekedar bahaya latent sisa G
30S/PKI, tetapi efek PJP 1 yang menimbulkan ketidakmerataan pembangunan dan
sikap konsumerisme. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial yang mengancam pada
disintegrasi bangsa.
Distorsi
di berbagai bidang kehidupan perlu diantisipasi dengan tepat tanpa perlu
mengorbankan persatuan dan kesatuan nasional. Tantangan memang trerarahkan oleh
Orde Baru, sejauh mana pelakasanaan “Pancasila secara murni dan konsekuen”
harus ditunjukkan.
Komunisme
telah runtuh karena adanya krisis ekonomi negara “ibu” yaitu Uni Sovyet dan
ditumpasnya harkat dan martaba tmanusia beserta hak-hak asasinya sehingga
perlahan komunisme membunuh dirinya sendiri. Negara-negara satelit mulai
memisahkan diri untuk mencoba paham demokrasi yang baru. Namun, kapitalisme
yang dimotori Amerika Serikat semakin meluas seolah menjadi penguasa tunggal.
Oleh karena itu, Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya sekedar dihantui
oleh bahaya subversinya komunis, melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang
aneksasinya kapitalisme.
3.
Tahun 1995-2020 merupakan tahap “repostioning” Pancasila. Dunia kini sedang
dihadapkan pada gelombang perubahan yang cepat sebagai implikasi arus
globalisasi.
Globalisasi
sebagai suatu proses pada hakikatnaya telah berlangsung jauh sebelum abad ke-20
sekarang, yaitu secara bertahap, berawal “embrionial” di abad 15 ditandai
dengan munculnyanegara-negara kebangsaan, munculnya gagasan kebebasan individu
yang dipacu jiwa renaissance dan aufklarung.
Hakikat
globalisasi sebagai suatu kenyataan subyektif menunjukkan suatu proses dalam
kesadran manusia yang melihat dirinya sebagai partisipan dalam masyarakat dunia
yang semakin menyatu, sedangkana kenyataan obyektif globlaisasi merupakan
proses menyempitnya ruang dan waktu, “menciutnya” dunia yang berkembang dalam
kondisi penuh paradoks.
Menghadapi
arus globalisasi yang semakin pesat, keurgensian Pancasila sebagai dasar negara
semakin dibutuhkan. Pancasila dengan sifat keterbukaanya melalui tafsir-tafsir
baru kita jadikan pengawal dan pemandu kita dalam menghadapi situasi yang serba
tidak pasti. Pancasila mengandung komitmen-komitmen transeden yang memiliki
“mitosnya” tersendiri yaitu semua yang “mitis kharismatis” dan “irasional” yang
akan tertangkap arti bagi mereka yang sudah terbiasa berfikir secara
teknis-positivistik dan pragmatis semata.
Nilai-nilai
luhur yang telah dipupuk sejak pergerakan nasional kini telah tersapu oleh
kekuasaan Orde Lama dan Orde Baru. Orde Lama mengembangkan Pancasila sebagai cita-cita
luhur bangsa tidak sebagai sesuatu substantif, melainkan
di-instumentalisasi-kan sebagai alat politik semata. Demikian pula di Orde Baru
yang “berideologikan ekonomi”, Pancasila dijadikan asas tunggal yang
dimanipulasikan untuk KKN dan kroni-isme dengan mengatasnamakan sebagai
Mandatoris MPR.
Kini
terjadi krisis politik dan ekonomi karena pembangunan menghadapi jalan buntu.
Krisis moral budaya juga timbul sebagai implikasi adanya krisis ekonomi.
Masyarakat telah kehilangan orientasi nilai dan arena kehidupan menjadi hambar,
kejam, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spiritual. Pancasila
malah diplesetkan menjadi suatu satire, ejekan dan sindiran dalam kehidupan
yang penuh paradoks.
Pembukaan
UUD 1945 dengan nilai-nilai luhurnya menjadi suatu kesatuan integral-integratif
dengan Pancasila sebagai dasar negara. Jika itu diletakkan kembali, maka kita
akan menemukan landasan berpijak yang sama, menyelamatkan persatuan dan
kesatuan nasional yang kini sedang mengalami disintegrasi. Revitalisasi
Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa mengandung makna bahwa nilai Pancasila
harus diletakkan utuh dengan pembukaan, di-eksplorasi-kan dimensi-dimensi yang
melekat padanya, yaitu :
Realitasnya:
dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikonkretisasikan
sebagai kondisi cerminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dlam
masyarakat.
Idealitasnya:
dalam arti bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah sekedar utopi
tanpa makna, melainkan diobjektivasikan sebagai “kata kerja” untuk
membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari
depan secara prospektif, menuju hari esok lebih baik.
Fleksibilitasnya:
dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan mandeg
dalam kebekuan oqmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru
untuk memenuhi kebutuhan zaman yang berkembang. Dengan demikian tanpa
kehilangan nilai hakikinya, Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta
fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara
dengan jiwa dan semangat “Bhinneka tunggal Ika”
Revitalisasi
Pancasila Pancasila sebagai cita-cita lluhhur bangsa harus diarahkan pada
pembinaan moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar dan
arah dalam upaya mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas juga memerlukan
hukum karena keduanya terdapat korelasi. Moralitas yang tidak didukung oleh
hukum kondusif akan terjadi penyimpangan, sebaliknya, ketentuan hukum disusun
tanpa alasan moral akan melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai
luhur Pancasila.
Dalam
upaya merevitalisasi Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa maka disiapkan
lahirnya generasi sadar dan terdidik. Sadar dalam arti generasi yang hati
nuraninya selalu merasa terpanggil untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai
Pancasila, terdidik dalam arti generasi yang mempunyai kemampuan dan
kemandirian dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai sarana pengabdian
kepada bangsa dan negara. Dengan demikian akan dimunculkan generasi yang
mempunyai ide-ide segar dalam mengembangkan Pancasila.
Hanya
dengan pendidikan bertahap dan berkelanjutan, generasi sadar dan terdidik akan
dibentuk, yaitu yang mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan untuk
memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman akademis, ketrampilan profesional,
dan kedalaman intelektual, kepatuhankepada nilai-nilai (it is matter of
having). Kedua, pendidikan untuk membentuk jatidiri menjadi sarjana yang
selalu komitmen dengan kepentingan bangsa (it is matter of being).
Bangsa
Indonesia dihadapkan pada perubahan, tetapi tetap harus menjaga budaya-budaya
lama. Sekuat-kuatnya tradisi ingin bertahan, setiap bangsa juga selalu
mendambakan kemajuan. Setiap bangsa mempunyai daya preservasi dan di satu pihak
daya progresi di lain pihak. Kita membutuhkan telaah-telaah yang kontekstual,
inspiratif dan evaluatif.
Perevitalisasikan
Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa, kita berpedoman pada wawasan :
1.
Spiritual, untuk meletakkan landasan etik, moral, religius sebagai
dasar dan arah pengembangan profesi
2.
Akademis, menunjukkan bahwa MKU Pancasila adalah aspek being, tidak
sekedar aspek having
3.
Kebangsaan, menumbuhkan kesadaran nasionalisme
4.
Mondial, menyadarkan manusia dan bangsa harus siap menghadapi
dialektikanya perkembangan dalam mayaraka dunia yang “terbuka”.
Dalam
kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sedang dilanda oleh arus krisis
dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan,
sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitasnya. Namun perlu kita sadari
bahwa tanpa adanya “platform” dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa maka
suatu bangsa mustahil akan dapat mencapai apa yang diinginkannya dalam
menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.
Melalui
pemahaman inilah Pancasila dikembangkan dalam semangat demokrasi yang secara
konsensual akan dapat mengembangkan nilai praktisnya yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang serba pluralistik. Selain itu melestarikan dan
mengembangkan Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa sebagaimana telah
dirintis dan ditradisikan, serta dijaikan bahan perjanjianoleh para pendahulu,
merupakan suatu kewajiban etis dan moral yang perlu diyakinkan oleh generasi
sekarang
Dan
untuk Merangkai Sebuah Cita-Cita Luhur Untuk Indonesia
Yang Maju dan Berjaya maka kita
membutuhkan berbagai instropeksi yang lebih mendalam lagi, demi menemukan problem solving yang tepat, dari akar
permasalaahn.
Kemajuan Indonesia sebagai sebuah bangsa hakikatnya bersumber dari sumber daya manusia yang berkarakter dan berkualitas, karakter manusia berkualitas yang pantang menyerah, jujur, bersih dan peduli serta memiliki visi memajukan kehidupan keluarga, masyarakat, dan bangsa, karakter manusia berkualitas yang tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dan kelompok, namun karakter manusia berkualitas yang senantiasa mementingkan kepentingan keluarga, masyarakat dan bangsa. Peningkatan kualitas sumber manusia yang berkarakter dan berkualitas merupakan prasyarat mutlak dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur yaitu menjadi bangsa yang besar dan disegani dengan rakyat yang hidup dengan aman, damai, adil dan sejahtera. Salah satu sarana dalam mewujudkan cita-cita luhur tersebut adalah melalui pendidikan baik formal, informal maupun nonformal.
Dalam rangka turut serta mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia maka sebagai generasi yang Cinta Indonesia yang mengusuug visi, haruslah berperan aktif meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam rangka membantu pembangunan nasional serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Disamping memiliki visi, generasi yang cinta harus memiliki misi antara lain :
1. Menumbuhkan dan meningkatkan unit usaha kecil dan menengah sehingga mengurangi angka pengangguran dan angka kemiskinan.
2. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia Indonesia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
3. Meningkatkan kesetaraan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi masyarakat yang berasal dari kalangan tidak mampu melalui jalur beasiswa.
4. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai urgensi pembentukan karakter anak sejak usia dini melalui jalur keluarga dan lingkungan sekitar.
5. Meningkatkan pemerataan dan penyebarluasan aneka ragam informasi yang mengandung muatan pendidikan kepada seluruh lapisan masyarakat.
6. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai urgensi sistem politik dalam tatanan berbangsa dan bernegara.
Langkah kongkret untuk mewujudkan visi dan misi, bisa digagas dalam 9 program yaitu :
1. BinaMasyarakat Mandiri (BM2)
Program yang berorientasi menumbuhkan semangat berwirausaha dengan cara memberi pembekalan keterampilan, mengarahkan dan memberi pinjaman modal usaha sehingga diharapkan muncul wirausahawan-wirausahawan baru yang secara otomatis mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan
2. Rumah Baca Masyarakat (RBM)
Program yang berorientasi menumbuhkan dan meningkatkan minat baca dikalangan masyarakat terutama anak-anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa dengan menstimulus melalui kegiatan lomba, games, pemberian reward, dan pelatihan sehingga diharapkan muncul budaya membaca dimasyarakat.
3.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Program yang bertujuan merangsang tumbuh kembang anak-anak di usia dini yang dikenal dengan masa perkembangan emas (golden age) baik jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
4. Bengkel Politik (BP)
Program yang bertujuan melahirkan
calon-calon pemimpin baru berbasis desa atau kampung melalui sistem kaderisasi,
dan penanaman urgensi politik bersih dan sehat bagi kemajuan bangsa dan negara.
5. Beasiswa Terpadu (BEST)
Program pemilihan peserta didik
(siswa) berprestasi yang berasal dari keluarga tidak mampu untuk kemudian
dibantu agar dapat menyelesaikan pendidikan dengan juga memberikan
pembekalan-pembekalan yang menunjang kesuksesannya dimasa depan kelak.
6. Bimbingan Belajar (Bimbel SP)
Program membantu peserta didik
(siswa) dalam mereview materi-materi yang telah diajarkan di sekolah sehingga
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar.
7. Parenting Education (Pareduc)
Program memberikan pemahaman melalui
training, buletin, kunjungan rumah dan konsultasi kepada orang tua mengenai
cara mendidik anak yang benar.
8. IT education (ITE)
Program pembelajaran berbasis IT
kepada anak-anak (seperti CD Akal) dan program pembekalan IT kepada para remaja
dan orang tua dalam bentuk pengenalan hardware dan software sampai pada
penguasaan aplikasi program komputer seperti Word dan Excel.
9. Spritual dan Karakter Bangsa (SBK)
Program peningkatan nilai-nilai spritual, dan nasionalisme serta program pencerahan mengenai urgensi pendidikan karakter bangsa melalui buletin dan seminar.
3.2.1 Pendidikan
sebagai Cita-cita Luhur Bangsa
Dari pernyataan diatas, dapatlah disimpulkan, bahwa
objek yang paling pentig untuk dikembangkan adalah Pendidikan. Karena
pendidikan merupakan sebuah cita-cita
luhur bangsa Indonesia saat terjadi kemerdekaan, sebagaimana tertuang dalam
pembukaan UUD ’45. Peran pemerintah saat ini dalam meningkatkan kecerdasan
rakyat Indonesia “seharusnya” dijalankan dalam program-programnya. Kata mencerdaskan kehidupan bangsa dalam
pembukaan UUD’45 adalah melahirkan kembali pemuda-pemuda yang berintelektual.
Saat ini pendidikan indentik dengan
kegilaan dan kekayaan. Ketika ujian akhir (UN) banyak sekali siswa yang stress.
Kekhawatiran yang berlebihan akan kelulusan siswa ditingkat akhirnya menuju
jenjang yang lebih tinggi dapat menyebabkan hal tersebut. Aneh, sudah banyak
kejadian seperti itu namun pemerintah masih tetap berkutat pada sistem yang
sama namun caranya berbeda. Apakah setiap tahun nilai harus meningkat?jika
sudah sampai nilai tertinggi mau apa? Masih menjadi pertanyaan bagi kita semua.
Pendidikan juga banyak dikatakan
orang berhubungan dengan uang. Biaya pendidikan yang kini semakin meninggi
seperti gedung-gedung pencakar langit. Bagaikan bangunan megah dan hanya
orang-orang golongan tertentu yang mencapai puncaknya. Adalagi penyebab mulai
mahalnya pendidikan yang katanya terobosan mutakhir bangsa Indonesia yaitu, UU BHP yang menempatkan satuan pendidikan sebagai subjek
hukum yang memiliki otonomi luas, akademik maupun non akademik, tanpa khawatir
lagi dengan kooptasi birokrasi. Dengan adanya BHP saat ditandai dengan
meningkatnya biaya-biaya pendidikan. Pemerintah yang seharusnya punya wewenang
kuat dalam menyusun dan melaksanakan pendidikan ternyata seperti lepas tangan
terhadap cita-cita luhur para proklamator.
Banyak orang yang
belum tahu bahwa ketika selesai pada masa dunia pendidikan dan masuk pada dunia
kerja nilai kemanusiaan menjadi komoditi, faktor produksi yang menguntungan
perusahaan saja. Pendidikan kita kejar setinggi-tingginya mentok sampai dengan
karyawan perusahaan. Sungguh miris benar!.
Pendidikan merupakan
sebuah hal yang harus diutamakan dan diperhatikan. Pendidikan yang paling mudah
kita lakukan yaitu, dalam lingkungan keluarga. Penyadaran akan pentingnya
pendidikan sejak dini dapat membangun nuansa keilmuan dalam lingkuangan
keluarga. Kecintaan akan ilmu bukan sekedar nilai-nilai mata pelajaran yang
diutamakan namun ilmu serta implementasi dari ilmu tersebut yang utama. Jika
kita memiliki niat untuk mengikuti jenjang pendidikan sampai tingkat tinggi
maka harus dilakukan usaha yang maksimal apalagi jika kantong terbatas.
Pada kenyataanya,
Pemerintah seolah menjadikan pendidikan sebagai tempat mata pencaharian, padahal
seharusnya pendidikan dijadikan sebagai penanaman moral bangsa kita yang dulu sangat
dibanggakan. Tidaklah setiap tahun nilai harus meningkat namun terus
ditingkatkan. Janganlah lain menteri lain pula sistemnya, jika itu baik mengapa
tidak kita teruskan dan refleksikan kedalam diri masing-masing kita. Pendidikan
harus dimulai dari yang mendidik agar tercapainya tujuan bangsa kita yaitu
“Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sehingga bangsa kita menjadi bangsa yang
kental akan nuansa intelektual serta menghormati nilai-nilai kemanusiaan.
Setelah merangkai visi dan misi
demi mewujudkan cita-cita luhur bangsa, maka kita perlu mereliasiasikannya
dalam bentuk yang nyata, Indonesia telah menjadi negara merdeka lebih
dari enam puluh tujuh tahun. Usia enam puluh tujuh memang tampak masih sangat
muda, apalagi jika dibandingkan dengan China ataupun Jepang yang usianya sudah
ribuan tahun. Meskipun masih muda, namun bangsa Indonesia lahir dari pergulatan
dan pergolakan politik yang sangat panjang yang dialami sejak masih zaman
kerajaan hingga menjadi negara berbentuk republik.
Dari proses
belajar hidup berbangsa yang lama inilah kemudian lahir para tokoh-tokoh bangsa
yang idealis dan bervisi jauh ke depan. Sebut saja, Mahapatih Gajahmada,
Pangeran Diponegoro, Sultan Agung, Pattimura, Soekarno, Mohammad Hatta, KH
Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, AA Maramis, KH Ahmad Dahlan, dan lain-lain.
Mereka adalah para pemimpin di tengah masyarakat yang sangat dihormati dan
memiliki perhatian yang besar terhadap nasib bangsa.
Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai cita-cita luhur bangsa dan merupakan karya monumental para tokoh pendiri negara (founding fathers) dengan visi masa depan dan berakar pada sejarah bangsa. Kita dapat melihat wajah sekaligus arah bangsa Indonesia dengan melihat Pancasila dan UUD 1945.
Dalam
pembukaan UUD 1945, disebutkan dengan gamblang tentang cita-cita luhur
dibentuknya negara Republik Indonesia yang berdaulat. Cita-cita luhur yang
diamanatkan oleh UUD 1945 ada empat poin, di antaranya, melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Cita-cita
tersebut sebenarnya adalah tugas paling pokok yang harus diwujudkan oleh negara.
Saat ini,
dapat kita amati bahwa realisasi empat poin cita-cita luhur bangsa Indonesia
yang diamanatkan oleh UUD 1945 belum menampakkan hasil yang memuaskan. Dari
Rezim Orde Lama hingga Orde Reformasi dapat dikatakan bahwa perwujudan
cita-cita bangsa ini mengalami kegagalan.
Pertama,
perlindungan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, kesehatan, maupun keamanan
yang diberikan oleh negara masih belum merata kepada segenap bangsa Indonesia,
melainkan hanya untuk individu/ kelompok tertentu terutama yang dekat dengan
pusat kekuasaan. Sedangkan, rakyat miskin (miskin multidimensi: miskin aset,
miskin akses, miskin ilmu, dll) seringkali diabaikan.
Janji-janji
para calon wakil rakyat dan calon pemimpin bangsa pada saat kampanye yang
berbunyi ”memperjuangkan wong cilik (rakyat jelata)”, ”membela kaum tertindas”,
dan sebagainya, ternyata hanyalah sekadar janji yang tak kunjung dipenuhi.
Maka, terjadilah ”pengingkaran janji” yang dilakukan oleh para penguasa negeri
ini. Dan, kenyataan ini telah berlangsung selama lebih dari setengah abad. Para
penguasa pun menjadi pragmatis dan cenderung bersikap egois dengan menempatkan
kepentingan pribadi dan golongan/ kelompoknya di atas kepentingan bangsa dan
negara.
Kedua, dalam
hal memajukan kesejahteraan umum atau mewujudkan negara yang sejahtera (welfare
state), pemerintah juga masih belum mampu merealisasikannya dengan baik.
Kesejahteraan hanyalah dimiliki dan dimonopoli oleh segelintir orang/kelompok
masyarakat. Parahnya, persebaran kesejahteraan hanya berkutat dan berkisar pada
orang/ kelompok yang memang telah mapan. Kemapanan tersebut hanya diwariskan
kepada orang/kelompoknya saja, bukannya dibagi atau disebar kepada
orang/kelompok lain yang masih terjerat kemiskinan.
Laporan Biro
Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan bulan Maret 2007 menunjukkan bahwa
angka kemiskinan di Indonesia sebesar 16,58 persen atau 37,17 juta jiwa dari
seluruh penduduk Indonesia. Sedangkan versi Bank Dunia (World Bank)
menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia mencapai 49,5 persen atau 109
juta jiwa.
Di samping
itu, Bank Dunia juga menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat sebanyak 12 juta
orang pengangguran terbuka dan 30 juta orang setengah pengangguran. Dari
sinilah dapat dilihat bahwa problem kemiskinan di Indonesia telah berada pada
titik yang mengkhawatirkan.
Kemiskinan
bukan hanya menjadi persoalan Indonesia atau negara tertentu yang memiliki
predikat sebagai negara miskin. Akan tetapi, kemiskinan telah menjadi
keprihatinan masyarakat internasional dan menjadi isu penting dalam berbagai
forum internasional.
Keprihatinan
inilah yang kemudian mendorong 195 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) bertemu dalam suatu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) untuk membahas persoalan
ini pada September 2002.
Hasil dari
pertemuan tersebut adalah sebuah rumusan program global yang dikenal dengan
Millenium Development Goals/ MDGs (tujuan pembangunan millenium). Persoalan
kemiskinan menjadi poin paling penting di antara delapan poin problem
masyarakat dunia yang perlu segera diatasi oleh masyarakat dunia secara
bersama-sama. Oleh karena itulah, upaya-upaya kreatif dalam rangka
menanggulangi kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan dalam masyarakat perlu
segera dicari dan diaplikasikan.
Ketiga,
dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa, tampak bahwa negara belum mampu
mengupayakan pendidikan yang merata bagi setiap penduduk. Pendidikan kian
menjadi barang mahal yang hanya bisa dibeli dan dinikmati oleh orang yang punya
uang. Alokasi dana sebesar 20 persen dari APBN untuk bidang pendidikan juga
belum terealisasi. Ujung dari semua itu adalah terjadinya problem kebodohan
yang dialami oleh penduduk miskin yang jumlahnya cukup besar.
Alokasi dana
sebesar 20 peren dari APBN untuk bidang pendidikan perlu direalisasikan
secepatnya, tentunya dengan diawasi secara ketat supaya tidak terjadi korupsi
dalam pelaksanaannya. Dengan realisasi 20 peren dana APBN untuk pendidikan
diharapkan akan membawa manfaat yang besar terutama bagi rakyat miskin yang selama
ini tidak bisa menikmati pendidikan formal. Sehingga, pendidikan dapat
dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat.
Hal ini
penting karena kunci kemajuan sebuah bangsa terletak pada kemajuan mutu
pendidikannya.
Keempat,
dalam hal ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial, pada saat ini, ternyata juga belum dapat
direalisasikan dengan baik. Bargaining position Indonesia di tingkat
internasional masih sangat lemah.
Dapat kita
saksikan bagaimana Timor Timur, pulau Sipadan, serta pulau Ligitan yang telah
lepas dari Indonesia. Kemudian, kasus penyiksaan yang dilakukan oleh para
majikan dari negara lain terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI). Betapa harga
diri dan martabat bangsa Indonesia sangat rendah nilainya di mata bangsa-bangsa
lain di dunia.
Pertanyaannya
kemudian adalah kapankah Indonesia dapat merealisasikan cita-cita luhurnya?
Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran yang sangat vital untuk dapat segera
merealisasikan empat cita-cita luhur bangsa Indonesia.
Hasil Diskusi
Pertanyaan kelompok 1
Dijawab oleh Rohmati
122110101081
Question:
1.
Sejauh mana bangsa Indonesia dalam
mewujudkan perdamaian dunia?
2.
Seperti yang diketahui, di
Indonesia banyak terjadi pertikaian dan konflik, apakah cita-cita luhur bangsa
yang terkandung dalam pancasila hanya sebagai Teks belaka tanpa aplikasi yang
nyata?
3.
Bagaimana pancasila menghadapi dan
memandang problema tersebut?
Answer
1.
Salah satu tujuan nasional Indonesia atau bias disebut sebagai cita-cita luhur bangsa yang terkandung dalam
pembukaan UUD 1945 adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan. Realisasi yang selama ini terjadi bahwasanya Indonesia secara
aktif mengirimkan pasukan bersenjata bersama dengan Negara lainnya dibawah
organisasi pertahanan dunia (NATO), demi menegakkan perdamaian dunia.
Yang perlu diinstropeksi, peran serta
Indonesia dikancah International sangatlah minim. Seolah-olah hanya sebatas
mengirimkan pasukan saja. Buktiya, ketika diplomatic Indonesia dating ke Israel
sebagai juru pedamai, atas nama GNB, diplomatic Indonesia tersebut harus
kehilangan muka karena ditolak mentah-mentah oleh Israel. Yang tidak menganggap
bahwa Indonesia itu ada dan menjadi Negara alias tidak mengakui dan tidak
mengenal kedaulatan Negara Indonesia selama 67 tahun.
2.
Banyaknya
konflik yang terjadi bukanlah berasal atau bersumber dari nilai pancasila yang
dirangkai oleh para leluhur Indonesia sebagai tujuan nasional. Para leluhur
tidak pernah bermaksud untuk menghancurkan Negara ini dengan kopnflik. Namun
mempersatukan Negara ini menjadi Negara yang utuh dan kokoh dalam satu ikatan.
Dan sebagai saksi hidup yang nyata adalah teks pancasila dan pembukaan UUD
1945. Jika kedua dasar ini diubah sama halnya mengubah atau menguliti
keperibadian bagsa ini dengan kepribadian yang tidak lebih baik darinya. Karena
situasi perjuangan di masa kini dan masa dulu sangatlah berbeda.
Yang perlu diinstropeksi
bukanlah nilai-nlai pancasila yang telah mengakar pada jiwa Negara Indonesia,
tapi yang perlu diinstroipeksi adalah seberapa dalam nilai tersebut mengakar
apada setiap diri bangsa Indoneia dan di;laksanakan sesuai dengan harapan para
leluhur. Karena pada kenyataannya, kesadaran pada setiap diri bangsa amatlah
kurang dan sangat memprihatinkan.
Sekali
lagi bukan teks pancasila yang harus diubah atau hanya dipertontonkan seumur
hidup oleh bangsa Indonesia, melainkan sifat dan sikap bangsa Indonesia yang
te;lah banyak dipengaruhi oleh budaya luar maupun masih mengagungkan nama etnis
masing-masing.
Indonesia
mempunyai kekayaan budaya, dan kondisi Indonesia yang multicultural ini sering
kali menimbulkan konflik diantara etnis-etnis yang masih belum tersentuh oleh
nilai luhur pancasila dan lebih mementingkan egoisme etnisnya. Seandainya ia
mendudukkan pancasila sebagai pedoman dan menjujung tinggi nilai pancasila
ssebgai cita-cita luihur bangsa dalam satu naungan Indonesia, maka tidak akan
terjadi pertikaian dan konflik lagi.
Kalau
memang pancasila hanya sekadar teks belaka, maka tidak akan ada yang namanya
penghargaan akan pluralisme dan multicultural. Sebaliknya hukum causalitas atau
yang lebih dikenal dengan hukum rimba akan terjadi dimana-mana, karena tiap
etnis akan saling menyingkirka etnis yang lain. Namun pada kenyataan yang kita
lihat sehari-hari, banyak etnis berbaur dengan baik dan tidak ada determinasi
pada etnis tertentu.
Konflik
yang minoritas terjadi di Indonesia hanyalah sebagai variable con-founding
(perancu) dari variable dependen yakni nilai pancasila terhadap
pengimplementasiannya. Jadi, janganlah menyingkirkan sesuatu yang telah
berperan besar pada kehidupan bangsa Indonesia hanya karena permasalah kecil
yang dibesar-besarkan bayangannya. Lihatlah peran yang nyata, jangan melihat
bayangan yang menyesatkan.
Attitude, aptitude dan
kesadaran bagsa Indonesia yang kurang inilah yang perlu dibenahi, maka perlu
adanya revitalisasi prinsip dasar pada setiap diri bangsa Indonesia, prinsip
yang perlu ditanam tersebut antara lain: spiritual, moralitas, edukasi.
3.
Berdasrkan rasionalitas bukanlah
pancasila yang wajib menghadapi atau memerangi problem-problem yang ada di
Negara kita, melainkan kita bangsa Indonesialah yang wajib mengahncurkan
problem yang terjadi didalam negeri ini. Sedangakan pancasila hanya bias
memberkan pedoman yang tanpa lelah telah dipegangnya selama 67 tahun. Dan
bertengger menjadi sponsor bagi para pejabat, kaum intelektual, anak sekolah
dan dimanapun ia berada.
Kita saja yang tidak mengerti bahwa pandangan
pancasila yang tenang itu telah berubah menjadi pandangan yang sinis. Sebagai
bangsa yang berpedoman, seharusnya kita mencari problem solving untuk
permasalahan Negara kita ini,
Problem solving yang bias kita lakukan diantaranya adalah:
·
Menanamkan prinsip yang tegas dan berkualitas dalam diri bangsa
Indonesia.
Setiap bangsa harus mempunyai disiplin yang
tinggi dan tegas pada komitmen dirinya sendiri, sehingga ia bisa dengan teguh
menanamkan dan merealisasikan nilai pancasila dengan baik. Berkualitas disini,
ia mempunyai visi misi yang progresif disetiap ia membuka matanya. Dengan
menjadikan sejarah sebagai pelajaran, hari ini sebagai proses yang nyata, dan
hari esok sebagai visi misi yang harus disukseskan.
·
Menerapkan system pemerintahan yang bersih dari tikut pengerat.
Dimanapun tikus pengerat tinggal, tidak akan
pernah ada kedamaian dirumah majikannya. Jika rumah majikan ingin aman, maka
musnahkanlah tikus tersebut. Disini yang berposisi sengai tuan rumah adalah
Indonesia, dan tikus pengerat adalah koruptor. Jika rumah terdapat tikus
pengeratnya, anggapan orang pertama kali adalah pemilik rumah tersebut jorok
dan tidak memelihara rumahnya dengan baik. Apakah Indonesia jorok?
·
Adanya pengawasan yang ketat dan objektif dari parlemen dan rakyat. Baik
terhadap program pemerintah pusat, daerah, maupun desa.
Di Indonesia tidak ada lembaga yang benar-benar bias
mengawasi program yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan tegas. DPR sudah
dilumpuhkan oleh profesi baruya sebagai pengacara tikus pengerat, LSM yang
seharusnya mengayomi dan membela rakyat kecil telah menjadi ulat bagi para
pejabat, uang turun LSM minum.
·
Memutus rantai ketergantungan antar pejabat.
Korupsi yang terjadi saat ini dikarenakan
adanya pelajaran yang efektif bagi pejabat baru atau pejabat muda. Yang menjadi
guru adalah pejabat tua. Jadi, pendidikan yang diminati di Indonesia dan lazim
terjadi adalah pendidikan korupsi. Jika ada satu pejabat saja yang tidak mau
berkorupsi maka ia tidak akan mendapat posisi yang aman dikalangan parlemen,
atau dikalangan pemerintah baik desa, daerah, maupun pusat.
Barang
siapa yang pintar dalam pendidikan korupsi, dan bisa melakukan kerjasama dengan
baik dengan para senior, maka ia akan cepat naik pangkat. Karena ia telah
menjadi saudara seiman dengan tikus pengerat seniornya.
Untuk
menjadi bupati, maka ia harus punya rencana korupsi bersama camat, lurah dan
badan lain dibawahnya serta badan yang lebih tinggi diatasnya. Dengan sarana
tersebut, ia akan lebih aman memenangkan pemilu tsb.
Oleh
karenanya rantai antar pejabat dalam hal rencana korupsi yang produktif ini
harus dihancurkan.
·
Menyiapkan ‘petimati’ bagi para korupsi.
Seorang guru berkata, jika Indonesia menyiakan
10 ribu peti mati bagi para koruptor dan mengubah peraturan hokum menjadi lebih
tegas, tikus pengerat mana yang lebih dulu menempati petimati pertama.
Maka petimati pertama ini akan
menjadi pelajaran bagi calon penghuni petimati berikutnya.
·
Merevitalisasi peraturan yang rancu dan men-scan peraturan yang terkena
virus
Banyak peraturan yang dianggap rancu dan
menyeleweng dari pancasila, demi mengamankan posisi tikus pengerat, peraturan
ini diisi dengan virus yang samar dan melumpuhkann organ dalam system,
mengacaukan antar sesame peraturan dan saling perang. Contohnya saja antara
cicak dan buaya, betapa ironisnya Negara kita, hingga semua tangan mampu menulis
diatas ubun-ubun Indonesia dengan maksudnya yang picik.
Kelompok 3:
Dijawab
oleh Rochmanita Ulfah
Question
1.
Menurut saudara kapan cita- cita
luhur tersebut dapat di penuhi Negara Indonesia ini? Sedangkan generasi tua
atau generasi mudapun masih sangat kurang dalam hal moral.
Answer:
Cita-cita luhur bangsa bisa tercapai apabila adanya
kesamaan tujuan antara kita sebagai warga negara dengan pemerintah. Kita
tanamkan rasa tanggung jawab di setiap individu, baik golongan tua maupun
golongan muda. Apabila factor ini sudah terpenuhi maka mudah untuk mencapai
cita-cita luhur bangsa. Terkait dengan kuranya moral generasi muda maupun
generasi tua, ini tergantung pada individu masing-masing. Namun, kita sebagai
warga negara yang baik, harus memiliki rasa tanggung jawab untuk memperbaiki
moral bangsa, dengan cara memperbaiki moral diri kita sendiri sebelum kita
mengkritik orang lain. Senlanjutnya kita dapan membantu sekeliling kita untuk
menunjukkan moral yang seperti apa yang patut untuk di jadikan pedoman hidup.
Dengan adanya kesadaran pada setiap individu,
contoh memperbaiki moral
sendiri
kita dapat mempermudah langkah kita untuk
mencapai cita-cita luhur
bangsa.
Pertanyaan dari Kelompok 4
Dijawab oleh ainy
Question
1.
Apakah TNI dan Polri sebagai
lembaga pertahanan negara sudah menjalankan tugasnya dengan baik dan benar dan
landasan apa yang digunakan TNI dan Polri untuk menjalankan tugasnya?
Answer
:
TNI dan Polri sudah menjalankan tugasnya
dengan cukup baik. Adapun tugas dari TNI dan Polri adalah sebagai berikut :
TNI
>
·
Menegakkan kedaulatan negara,
·
Mempertahankan keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
·
Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Polri >
·
Memelihara Keamanan dan Ketertiban
Masyarakat ( HARKAMTIBMAS )
·
Pelindung, Pengayom dan Pelayan
Masyarakat
·
Aparatur Penegak Hukum
Landasan dari keduanya adalah :
·
1.P A N C A S I L A
·
2.UUD 1945
·
3.TRI BRATA
·
4. CATUR PRASETYA
·
5. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN,
antara lain :
·
TENTANG KEPOLISIAN Undang Undang Kepolisian No.2 Tahun 2002
Pertanyaan Dari Kelompok 5
Dijawab oleh Lutfi
Imansari 122110101059
1.
Bagaimana cara yang efektif untuk
mencapai cita-cita luhur bangsa?
Answer
Cara
efektif untuk mencapai cita – cita luhur bangsa yaitu dengan memprioritaskan
aspek vital pertama dan utama yaitu aspek pendidikan. Seperti yang kita tahu
bahwa pendidikan merupakan fondasi awal suatu perkembangan bangsa menjadi lebih
baik, perkembangan tersebut pastinya dimulai dari lingkup terkecil terlebih
dahulu misal dalam lingkup keluarga.Dalam hal ini keluarga memiliki peran
penting dimana mulai ditanamkan pendidikan dasar nonformal seperti etika
berperilaku, sopan santun dan sebagainya disamping pendidikan formal (baca
tulis), sehingga dengan pengembangan pendidikan yang baik dapat memberikan
kontribusi yang lebih baik pula dalam efektifitas pencapaian cita-cita luhur
bangsa Indonesia.
·
Pentingnya penerapan pendidikan
mulai dari lingkup terkecil (keluarga)
·
Pendidikan dalam pemberdayaan anak-anak jalanan (non
formal) dalam rangka perbaikan kualitas SDM di Indonesia untuk sarana
perwujudan pencapaian cita-cita luhur bangsa.
·
Salah satu tokoh yang berperan dalam
perwujudan efektifitas pencapaian cita-cita luhur bangsa dalam dunia ilmu
pengetahuan (B.J Habibie)
Pertanyaan
dari kelompok 8
Dijawab
oleh Allamal hakam
Question
1.
Pada slide dijelaskan bahwa mku
pancasila itu untuk aspek having dan aspek being, maksudnya apa? Jelaskan!
Answer
Pendidikan
pancasila mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan untuk memberikan bekal
pengetahuan dan pengalaman akademis, ketrampilan profesional, dan kedalaman
intelektual, kepatuhan kepada nilai-nilai Pancasila (it is matter of
having). Kedua, pendidikan untuk membentuk jati diri menjadi sarjana yang
selalu komitmen dengan kepentingan bangsa dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila
(it is matter of being).
Untuk
memudahkan dalam melaksanakan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagaimana
dimaksud, berikut 45 nilai luhur sebagai pedoman pengamalan Pancasila dari
setiap silanya yang kita yakini mampu membawa kesejahteraan bagi bangsa dan
negara kita.
Sila : Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
Sila : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan
bangsa lain.
Sila : Persatuan Indonesia
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa
apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan
bangsa.
Sila : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai
sebagai hasil musyawarah.
6. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan
demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
Sila : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri
sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat
pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan
dan gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi
kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan
kemajuan yang merata.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di
atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang
sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini
sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling
adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
2.
Cita-cita
luhur bangsa tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat yang berbunyi:
·
Melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
·
Memajukan
kesejahteraan umum.
·
Mencerdaskan
kehidupan bangsa.
·
Dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.
3. Dalam merealisasikan cita-cita luhur bangsa
ini, masih banyak yang perlu diinstropeksi dan ditindaklanjuti oleh pemerintah
secara tegas. Karena dalam pengimplementasian pancasila tidak sepenuhnya
dilakukan dengan baik. Baik dari pihak pemerintah maupun rakyat Indonesia
sendiri. Namun yang harus menanggung dan berposisi jadi korban adalah rakyat,
dan yang menjadi sutradara kaya adalah pejabat
Oleh karena itu, setiap
bangsa Indonesia harus bisa menanamkan 4 prinsip dasar, yaitu: spiritual,
edukasi, moralitas, dan nasionalisme kebangsaan.
4.2 Saran
Warga negara Indonesia merupakan sekumpulan
orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia Oleh karena itu sebaiknya
warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati,
menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan
oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah Pancasila adalah
sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang
terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
dan negara Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai
Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pancoran Tujuh.
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah
Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pantjoran Tujuh.
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat
Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta
Djamal,D.1986.Pokok-Pokok
Bahasan Pancasila.Bandung: Remadja Karya.
Laboratorium Pancasila. 1981. Pancasila
dalam Kedudukan dan Fungsinya sebagai
Dasar
Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional.
Tim Penulis Jurusan PMPKN. 1987. Pancasila
Dasar Negara dan Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia. Malang : IKIP
Malang.
Sumber Lain :
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm
http:// www.google.co.id
http:// www.teoma.com
http:// www.kumpulblogger.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar