Rabu, 23 Januari 2013

makalah fungsi pancasila



KATA PENGANTAR
                                             
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME. Atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pancasila sebagai Cita-cita Luhur Bangsa ini dengan lancar. Tujuan utama penuisan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah fisafat panasila, yang dibimbing langsung oleh Bapak Kasim Sembiring, S.H., M.H.
Penyusunan Makalah ini bersumber dari hasil data-data sekunder, dimana data-data tersebut diperoleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Pancasila, serta diperlengkap melalui infomasi dari media massa yang berhubungan dengan falsafah Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa. Tidak lupa penulis menorehkan ucapan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Pancasila. Atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis, sehingga terselesaikanlah makalah ini dengan baik.
Penulis berharap, makalah ini dapat memberi manfaat kepada para pembaca, serta dapat menambah wawasan kita semua. Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna didunia ini, kecuali Tuhan YME. Terlebih makalah yang sederhana ini, sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran pembangun dari pembaca sangat dibutuhkan. Demi perbaikan makalah berikutnya menuju arah yang lebih baik.

Jember, 27 September 2012

Penulis



DAFTAR ISI



Kata Pengantar                                                                                                              2
Daftar Isi                                                                                                                       3
              
PENDAHULUAN                                                                                                      
Latar belakang                                                                                                               5
Rumusan Masalah                                                                                                         5
Tujuan                                                                                                                            5
Manfaat                                                                                                                         5
Ruang Lingkup                                                                                                              5
                          
METODE PENULISAN
Objek Penulisan                                                                                                             6
Dasar Pemilihan Objek                                                                                                  6
Metode Pengumpulan Data                                                                                           6
Metode Analisis                                                                                                                        6
                                                              
PEMBAHASAN                                                                                                         
Landasan Filosofis Pancasila                                                                                         7
Pengertian Filsafat                                                                                                         7
Fungsi Pancasila sebagai Cita-cita Luhur Bangsa                                                         14
Implementasi Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa                            14
Pendidikan sebagai Cita-cita Luhur Bangsa                                                                 28

PENUTUP                                                                                                                    33
Kesimpulan                                                                                                                    33
Saran                                                                                                                              34
                                                                                      

DAFTAR PUSTAKA                                                                                                   35

BAB I
I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila ini merupakan dasar bagi Pancasila untuk dijadikan sebagai Cita-cita Luhur Bangsa Indonesia. Kita sebagai warga negara Indonesia yang cinta tanah air harus mengetahui, menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah ada dan semakin memajukannya.

1.2  Perumusan Masalah
               Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka  penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
  1. Apakah landasan filosofis Pancasila?
  2. Apakah fungsi utama Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia?
  3. Bagaimanakah cara merealisasikan fungsi pancasila berikut implementasinya?
  4. Bagaimanakah revitalisasi fungsi pancasila di era globalisasi?
1.3  Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1.      Untuk mengetahui landasan filosofis Pancasila
2.      Untuk mengetahui fungsi utama Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia
3.      Untuk mengetahui perkembangan implementasi pancasila di setiap era pemerintahan.
4.      Untuk mengetahui realisasi pancasila di Indonesia beserta revitalisasinya.
1.4  Manfaat
               Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:
1.   Dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
2.      Dapat mengetahui landasan filosofis Pancasila.
3.      Dapat mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia.
4.      Dapat mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
1.5  Ruang Lingkup
Makalah ini membahas mengenai landasan filosofis Pancasila dan fungsi Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia. Serta membahas mengenai bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia. Berdasarkan beberapa masalah yang teridentifikasi tersebut, makalah ini difokuskan pada falsafah Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia.
















BAB II
METODE PENULISAN
2.1  Objek Penulisan
Objek penulisan makalah ini adalah mengenai falsafah Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia. Dalam makalah ini dibahas mengenai landasan filosofis Pancasila, fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia, dan bagaimana falsafah Pancasila dijadikan sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia. 
2.2  Dasar Pemilihan Objek
               Makalah ini membahas mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Falsafah Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai falsafah negara Indonesia yang terdapat dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia.
2.3  Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah yaitu dengan tema wawasan kebangsaan. Sebagai referensi juga diperoleh dari situs web internet yang membahas mengenai falsafah Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia 
2.4  Metode Analisis
               Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yanag ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif pemecahan masalah

BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN

3.1    Landasan Filosofis Pancasila
3.1.1   Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos”  (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan  pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata  tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos.
Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut:
       Socrates (469-399 s.M.)
            Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu  dan mau melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif
       Plato (472 – 347 s. M.)
                 Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai  ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan  tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.     
3.1.2   Pengertian Pancasila
Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu
1.      Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.
2.      Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
3.      Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah
4.      Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.
5.      Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.
Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh.
Pengertian Pancasila Secara Etimologis
Perkataan Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya 5 J [idem].
Pengertian secara Historis
·        Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
·        Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini didaarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.
Pengertian Pancasila Secara Termitologis
Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia
Pancasila Berbentuk:
1.      Hirarkis (berjenjang);
2.      Piramid.
A. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut:
1.      Prikebangsaan;
2.      Prikemanusiaan;
3.      Priketuhanan;
4.      Prikerakyatan;
5.      Kesejahteraan Rakyat
B. Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut:
1.      Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia;
2.      Internasionalisme/Prikemanusiaan;
3.      Mufakat/Demokrasi;
4.      Kesejahteraan Sosial;
5.      Ketuhanan yang berkebudayaan;
Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yaitu:
1.      Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme;
2.      Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat;
3.      Ketuhanan YME.
Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong.
C. Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 rumusannya sebagai berikut:
1.      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.      Persatuan Indonesia;
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia;
Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah dan benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan Uud 1945.
3.1.3   Pengertian Filsafat Pancasila
                   Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.
v     Filsafat Pancasila Asli
                   Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme.
v     Filsafat Pancasila versi Soekarno
                   Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”.
v       Filsafat Pancasila versi Soeharto
                   Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.
                   Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
                   Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya.
                   Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafast Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life, Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
                   Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebgai berikut:
1.      Kebenaran indra (pengetahuan biasa);
2.      Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan);
3.      Kebenaran filosofis (filsafat);
4.      Kebenaran religius (religi).
                   Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita kutip ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul “Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional”, yang isinya anatara lain sebagai berikut:
                   Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita tinjau menurut ahli filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804).
                   Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese.
                   Saya tidak mau menyulap. Ingatlah kalimat pertama dan Mukadimah UUD Republik Indonesia 1945 yang disadurkan tadi dengan bunyi: Bahwa sesungguhanya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu penjajahan harus dihapusakan karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
                   Kalimat pertama ini adalah sintese yaitu antara penjajahan dan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pada saat sintese sudah hilang, maka lahirlah kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu kita susun menurut ajaran falsafah Pancasila yang disebutkan dengan terang dalam Mukadimah Konstitusi R.I. 1950 itu yang berbunyi: Maka dengan ini kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk Republik Kesatuan berdasarkan ajaran Pancasila. Di sini disebut sila yang lima untukmewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan perdamaian dunia dan kemerdekaan. Kalimat ini jelas kalimat antitese. Sintese kemerdekaan dengan ajaran Pancasila dan tujuan kejayaan bangsa yang bernama kebahagiaan dan kesejajteraan rakyat. Tidakah ini dengan jelas dan nyata suatu sintese pikiran atas dasar antitese pendapat?
                   Jadi sejajar denga tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa ajaran Pancasila itu adalah suatu sistem filosofi, sesuai dengan dialektis Neo-Hegelian.
                   Semua sila itu adalah susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat yang harmonis. Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan pemandangan tinjauan hidup Neo-Hegelian.

3.2    Fungsi Utama Filsafat Pancasila Sebagai Cita-cita Luhur Bangsa serta Implementasi Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa
Setiap negara harus mempunyai cita-cita. Layaknya individu, cita-cita merupakan target puncak yang mengacu semangat dalam diri kita untuk menciptakan sesuatu yang luar biasa, yang berasal dari target luhur yang dituliskan sebelumnya dalam diri individu. Hal ini bisa dianalogikan pada suatu negara.
Cita-cita luhur bangsa,  merupakan bendera kejayaan yang berda dipuncak langit tertinggi. Kuatnya semangat persatuan kenegaraan akan menguatkan berdirinya negara itu. Kerapuhan semangat  suatu negara, beraikbat lemahnya negara tersebut.
Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia telah ada sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara atau Proklamasi 17 Agustus 1945. Bangsa Indonesia belum mempunyai Undang-undang Dasar Negara yang tertulis. 18 Agustus 1945 disahkan pembukaan dan batang tubuh Undang-undang Dasar 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). PPKI merupakan penjelmaan atau wakil-wakil seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur itu untuk membela Pancasila untuk selama-lamanya.
Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan Bangsa Indonesia tegas dimuat dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Karena pembukaan Undang-undang Dasar 1945 merupakan penuangan jiwa proklamasi yaitu jiwa Pancasila, sehingga Pancasila merupakan cita-cita dan tujuan bangsa indonesia. Cita-cita luhur inilah yang akan disapai oleh Bangsa Indonesia
Dengan menjadikan filsafat pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa, maka sepanjang hidup perjalanan generrasi bangsa adalah mewujudkan visi misi yang telah diprogram langsung oleh para pendiri negara indonesia. Oleh karenanya dalam perwujudan tersebut, para generasi tidak hanya bersaha untuk mencapai cita-cita luhur ii, namun juga harus berusaha untuk memfilter nilai-nilai yang tidak sesuai dengan cita-cita luhur bangsa.
Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka akan gampang sekali bila nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila disimpangkan oleh para generasi yang tak bermoral. Akibat perubahan teknologi dan budaya yng mengglobal, tidak sedikitmoral-moral generasi bangsa tercampur baur dengan enkulturasi budaya yang tidak sedikit. Oleh karenanya para generasi harus mempunyai pendirian sekaligus kejelian yang tinggi dalm menghadapi perkembangan ini
Negara kita Indonesia. Dalam pengelolaan atau pengaturan kehidupan bernegara ini dilandasi oleh filsafat atau ideologi pancasila. Fundamen negara ini harus tetap kuat dan kokoh serta tidak mungkin diubah. Mengubah fundamen, dasar, atau ideology berarti mengubah eksistensi dan sifat negara. Keutuhan negara dan bangsa bertolak dari sudut kuat atau lemahnya bangsa itu berpegang kepada dasar negaranya. Apalagi fundamental tersebut juga merupakn cita-cita yang harus dicapai, maka hal ini sangat perlu untuk dikukuhkan kedudukan Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa yang tersurat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4 antara lain menegaskan: “….., maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalm permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dengan kedudukan yang istimewa tersebut, selanjutnya dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara memiliki fungsi yang kuat pula. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara. Berikut ini dikemukakan ketentuan-ketentuan yang menunujukkan fungsi dari masing-masing sila pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu: kehidupan bernegara bagi Negara Republik Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama serta untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannnya, negara menghendaki adanya toleransi dari masing-masing pemeluk agama dan aliran kepercayaan yang ada serta diakui eksistensinya di Indonesia, negara Indonesia memberikan hak dan kebebasan setiap warga negara terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, antara lain : pengakuan negara terhadap hak bagi setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri, negara menghendaki agar manusia Indonesia tidak memeperlakukan sesame manusia dengan cara sewenang-wenang sebagai manifestasi sifat bangsa yang berbudaya tinggi, pengakuan negara terhadap hak perlakuan sama dan sederajat bagi setiap manusia, jaminan kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan serta kewajiban menjunjung tinggi hokum dan pemerintahan yang ada bafi setiap warga negara.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Persatuan Indonesia, yaitu: perlindungan negara terhadp segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiba dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, negara mengatasi segala paham golongan dan segala paham perseorangan, serta pengakuan negara terhadap kebhineka-tunggal-ikaan dari bangsa Indonesia dan kehidupannya.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarata perwakilan, yaitu: penerapan kedaulatan dalam negara Indonesia yang berada di tangan rakyat dan dilakukan oleh MPR, penerapan azas musyawarah dan mufakat dalam pengambilan segala keputusan dalam negara Indonesia, dan baru menggunakan pungutan suara terbanyak bila hal tersebut tidak dapat dilaksanakan, jaminan bahwa seluruh  warga negara dapat memperoleh keadlan yang sama sebagai formulasi negara hokum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka, serta penyelenggaraan kehidupan bernegara yang didasarkan atas konstitusi dan tidak bersifat absolute.
Yang terakhir adalah ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Keadlan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, antara lain: negara menghendaki agar perekonomian Indonesia berdasarkan atas azas kekeluaraan, penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta menguasai hajat hidup orang banyak oleh negara, negara menghendaki agar kekayaan alam yang terdapat di atas dan di dalam bumi dan air Indonesia dipergunakan untuk kemakmuran rakyat banyak, negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia mendapat perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual, negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia memperoleh pengajaran secara maksimal, negara Republik Iindonesia mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang pelaksanaannya ditur berdasarkan Undang-Undang, pencanangan bahwa pemerataan pendidikan agar dapat dinikmati seluruh warga negara Indonesia menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga, dan negara berusaha membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Pengertian Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa  diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakanintelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu,Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila  memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
  1. Ketuhanan yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Isi Pembukaan UUD 1945 adalah nilai-nilai luhur yang universal sehingga Pancasila di dalamnya merupakan cita-cita yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa. Gagasan vital yang menjadi isi Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa merupakan jawaban kepribadian bangsa sehingga dalam kualitas awalnya Pancasila merupakan perjanjian luhur bangsa, tetapi dalam perkembngannya menjadi ideologi dari berbagai kegiatan yang berimplikasi positif atau negatif.
Pancasila bertolak belakang dengan kapitalisme ataupun komunisme. Pancasila justru merombak realitas keterbelakangan yang diwariskan Belanda dan Jepang untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Pancasila sudah berkembang menjadi berbagai tahap semenjak ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945,yaitu :
1.   Tahun 1945-1948 merupakan tahap politis. Orientasi Pancasila diarahkan pada Aand character building. Semangat persatuan dikobarkan demi keselamatan NKRI terutama untuk menanggulangi ancaman dalam negeri dan luar negeri. Di dalam tahap dengan atmosfer politis dominan, perlu upaya memugar Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa secara ilmiah filsafati. Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandangan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dalam karya-karyanya ditunjukkan segi ontologik, epismologik dan aksiologiknya sebagai raison d’etre bagi Pancasila (Notonagoro, 1950)
Resonansi Pancasila yang tidak bisa diubah siapapun tecantum pada Tap MPRS No. XX/MPRS/1966. Dengan keberhasilan menjadikan “Pancasila sebagai asas tunggal”, maka dapatlah dinyatakan bahwa persatuan dan kesatuan nasional sebagai suatu state building.
2. Tahun 1969-1994 merupakan tahap pembangunan ekonomi sebagai upaya mengisi kemerdekaan melalui Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I). Orientasinya diarahkan pada ekonomi, tetapi cenderung ekonomi menjadi “ideologi”
Secara politis pada tahap ini bahaya yang dihadapi tidak sekedar bahaya latent sisa G 30S/PKI, tetapi efek PJP 1 yang menimbulkan ketidakmerataan pembangunan dan sikap konsumerisme. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial yang mengancam pada disintegrasi bangsa.
Distorsi di berbagai bidang kehidupan perlu diantisipasi dengan tepat tanpa perlu mengorbankan persatuan dan kesatuan nasional. Tantangan memang trerarahkan oleh Orde Baru, sejauh mana pelakasanaan “Pancasila secara murni dan konsekuen” harus ditunjukkan.
Komunisme telah runtuh karena adanya krisis ekonomi negara “ibu” yaitu Uni Sovyet dan ditumpasnya harkat dan martaba tmanusia beserta hak-hak asasinya sehingga perlahan komunisme membunuh dirinya sendiri. Negara-negara satelit mulai memisahkan diri untuk mencoba paham demokrasi yang baru. Namun, kapitalisme yang dimotori Amerika Serikat semakin meluas seolah menjadi penguasa tunggal. Oleh karena itu, Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya sekedar dihantui oleh bahaya subversinya komunis, melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme.
3. Tahun 1995-2020 merupakan tahap “repostioning” Pancasila. Dunia kini sedang dihadapkan pada gelombang perubahan yang cepat sebagai implikasi arus globalisasi.
Globalisasi sebagai suatu proses pada hakikatnaya telah berlangsung jauh sebelum abad ke-20 sekarang, yaitu secara bertahap, berawal “embrionial” di abad 15 ditandai dengan munculnyanegara-negara kebangsaan, munculnya gagasan kebebasan individu yang dipacu jiwa renaissance dan aufklarung.
Hakikat globalisasi sebagai suatu kenyataan subyektif menunjukkan suatu proses dalam kesadran manusia yang melihat dirinya sebagai partisipan dalam masyarakat dunia yang semakin menyatu, sedangkana kenyataan obyektif globlaisasi merupakan proses menyempitnya ruang dan waktu, “menciutnya” dunia yang berkembang dalam kondisi penuh paradoks.
Menghadapi arus globalisasi yang semakin pesat, keurgensian Pancasila sebagai dasar negara semakin dibutuhkan. Pancasila dengan sifat keterbukaanya melalui tafsir-tafsir baru kita jadikan pengawal dan pemandu kita dalam menghadapi situasi yang serba tidak pasti. Pancasila mengandung komitmen-komitmen transeden yang memiliki “mitosnya” tersendiri yaitu semua yang “mitis kharismatis” dan “irasional” yang akan tertangkap arti bagi mereka yang sudah terbiasa berfikir secara teknis-positivistik dan pragmatis semata.
Nilai-nilai luhur yang telah dipupuk sejak pergerakan nasional kini telah tersapu oleh kekuasaan Orde Lama dan Orde Baru. Orde Lama mengembangkan Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa tidak sebagai sesuatu substantif, melainkan di-instumentalisasi-kan sebagai alat politik semata. Demikian pula di Orde Baru yang “berideologikan ekonomi”, Pancasila dijadikan asas tunggal yang dimanipulasikan untuk KKN dan kroni-isme dengan mengatasnamakan sebagai Mandatoris MPR.
Kini terjadi krisis politik dan ekonomi karena pembangunan menghadapi jalan buntu. Krisis moral budaya juga timbul sebagai implikasi adanya krisis ekonomi. Masyarakat telah kehilangan orientasi nilai dan arena kehidupan menjadi hambar, kejam, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spiritual. Pancasila malah diplesetkan menjadi suatu satire, ejekan dan sindiran dalam kehidupan yang penuh paradoks.
Pembukaan UUD 1945 dengan nilai-nilai luhurnya menjadi suatu kesatuan integral-integratif dengan Pancasila sebagai dasar negara. Jika itu diletakkan kembali, maka kita akan menemukan landasan berpijak yang sama, menyelamatkan persatuan dan kesatuan nasional yang kini sedang mengalami disintegrasi. Revitalisasi Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa mengandung makna bahwa nilai Pancasila harus diletakkan utuh dengan pembukaan, di-eksplorasi-kan dimensi-dimensi yang melekat padanya, yaitu :
Realitasnya: dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikonkretisasikan sebagai kondisi cerminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dlam masyarakat.
Idealitasnya: dalam arti bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobjektivasikan sebagai “kata kerja” untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif, menuju hari esok lebih baik.
Fleksibilitasnya: dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan mandeg dalam kebekuan oqmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang berkembang. Dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya, Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa dan semangat “Bhinneka tunggal Ika”
Revitalisasi Pancasila Pancasila sebagai cita-cita lluhhur bangsa harus diarahkan pada pembinaan moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar dan arah dalam upaya mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas juga memerlukan hukum karena keduanya terdapat korelasi. Moralitas yang tidak didukung oleh hukum kondusif akan terjadi penyimpangan, sebaliknya, ketentuan hukum disusun tanpa alasan moral akan melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Dalam upaya merevitalisasi Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa maka disiapkan lahirnya generasi sadar dan terdidik. Sadar dalam arti generasi yang hati nuraninya selalu merasa terpanggil untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila, terdidik dalam arti generasi yang mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai sarana pengabdian kepada bangsa dan negara. Dengan demikian akan dimunculkan generasi yang mempunyai ide-ide segar dalam mengembangkan Pancasila.
Hanya dengan pendidikan bertahap dan berkelanjutan, generasi sadar dan terdidik akan dibentuk, yaitu yang mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan untuk memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman akademis, ketrampilan profesional, dan kedalaman intelektual, kepatuhankepada nilai-nilai (it is matter of having). Kedua, pendidikan untuk membentuk jatidiri menjadi sarjana yang selalu komitmen dengan kepentingan bangsa (it is matter of being).
Bangsa Indonesia dihadapkan pada perubahan, tetapi tetap harus menjaga budaya-budaya lama. Sekuat-kuatnya tradisi ingin bertahan, setiap bangsa juga selalu mendambakan kemajuan. Setiap bangsa mempunyai daya preservasi dan di satu pihak daya progresi di lain pihak. Kita membutuhkan telaah-telaah yang kontekstual, inspiratif dan evaluatif.
Perevitalisasikan Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa, kita berpedoman pada wawasan :
1. Spiritual, untuk meletakkan landasan etik, moral, religius sebagai dasar dan arah pengembangan profesi
2. Akademis, menunjukkan bahwa MKU Pancasila adalah aspek being, tidak sekedar aspek having
3. Kebangsaan, menumbuhkan kesadaran nasionalisme
4. Mondial, menyadarkan manusia dan bangsa harus siap menghadapi dialektikanya perkembangan dalam mayaraka dunia yang “terbuka”.
Dalam kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitasnya. Namun perlu kita sadari bahwa tanpa adanya “platform” dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa maka suatu bangsa mustahil akan dapat mencapai apa yang diinginkannya dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.           
Melalui pemahaman inilah Pancasila dikembangkan dalam semangat demokrasi yang secara konsensual akan dapat mengembangkan nilai praktisnya yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang serba pluralistik. Selain itu melestarikan dan mengembangkan Pancasila sebagai cita-cita luhur bangsa sebagaimana telah dirintis dan ditradisikan, serta dijaikan bahan perjanjianoleh para pendahulu, merupakan suatu kewajiban etis dan moral yang perlu diyakinkan oleh generasi sekarang
Dan untuk Merangkai Sebuah Cita-Cita Luhur Untuk Indonesia Yang Maju dan Berjaya  maka kita membutuhkan berbagai instropeksi yang lebih mendalam lagi, demi menemukan problem solving yang tepat, dari akar permasalaahn.

            Kemajuan Indonesia sebagai sebuah bangsa hakikatnya bersumber dari sumber daya manusia yang berkarakter dan berkualitas, karakter manusia berkualitas yang pantang menyerah, jujur, bersih dan peduli serta memiliki visi memajukan kehidupan keluarga, masyarakat, dan bangsa, karakter manusia berkualitas yang tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dan kelompok, namun karakter manusia berkualitas yang senantiasa mementingkan kepentingan keluarga, masyarakat dan bangsa. Peningkatan kualitas sumber manusia yang berkarakter dan berkualitas merupakan prasyarat  mutlak dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur yaitu menjadi bangsa yang besar dan disegani dengan rakyat yang hidup dengan aman, damai, adil dan sejahtera. Salah satu sarana dalam mewujudkan cita-cita luhur tersebut adalah melalui pendidikan baik formal, informal maupun nonformal.

            Dalam rangka turut serta mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia maka sebagai generasi yang Cinta Indonesia yang  mengusuug visi, haruslah berperan aktif meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam rangka membantu pembangunan nasional serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Disamping memiliki visi, generasi yang cinta harus memiliki misi antara lain :

1.   Menumbuhkan dan meningkatkan unit usaha kecil dan menengah sehingga mengurangi angka pengangguran dan angka kemiskinan.

2.   Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia Indonesia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama.

3.   Meningkatkan kesetaraan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi masyarakat yang berasal dari kalangan tidak mampu melalui jalur beasiswa.

4.   Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai urgensi pembentukan karakter anak sejak usia dini melalui jalur keluarga dan lingkungan sekitar.

5.   Meningkatkan pemerataan dan penyebarluasan aneka ragam informasi yang mengandung muatan pendidikan kepada seluruh lapisan masyarakat.

6.   Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai urgensi sistem politik dalam tatanan berbangsa dan bernegara.

Langkah kongkret untuk mewujudkan visi dan misi, bisa digagas dalam 9 program yaitu : 

1.    BinaMasyarakat Mandiri (BM2)

Program yang berorientasi menumbuhkan semangat berwirausaha dengan cara memberi pembekalan keterampilan, mengarahkan dan memberi pinjaman modal usaha sehingga diharapkan muncul wirausahawan-wirausahawan baru yang secara otomatis mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan

 2.     Rumah Baca Masyarakat (RBM)

Program yang berorientasi menumbuhkan dan meningkatkan minat baca dikalangan masyarakat terutama anak-anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa dengan menstimulus melalui kegiatan lomba, games, pemberian reward, dan pelatihan sehingga diharapkan muncul budaya membaca dimasyarakat.

3.     Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Program yang bertujuan merangsang tumbuh kembang anak-anak di usia dini yang dikenal dengan masa perkembangan emas (golden age) baik jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

4.     Bengkel Politik (BP)

Program yang bertujuan melahirkan calon-calon pemimpin baru berbasis desa atau kampung melalui sistem kaderisasi, dan penanaman urgensi politik bersih dan sehat bagi kemajuan bangsa dan negara.

5.     Beasiswa Terpadu (BEST)

Program pemilihan peserta didik (siswa) berprestasi yang berasal dari keluarga tidak mampu untuk kemudian dibantu agar dapat menyelesaikan pendidikan dengan juga memberikan pembekalan-pembekalan yang menunjang kesuksesannya dimasa depan kelak.

6.     Bimbingan Belajar (Bimbel SP)

Program membantu peserta didik (siswa) dalam mereview materi-materi yang telah diajarkan di sekolah sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar.

7.     Parenting Education (Pareduc)

Program memberikan pemahaman melalui training, buletin, kunjungan rumah dan konsultasi kepada orang tua mengenai cara mendidik anak yang benar.
                         
 8.     IT education (ITE)

Program pembelajaran berbasis IT kepada anak-anak (seperti CD Akal) dan program pembekalan IT kepada para remaja dan orang tua dalam bentuk pengenalan hardware dan software sampai pada penguasaan aplikasi program komputer seperti Word dan Excel.

9.     Spritual dan Karakter Bangsa (SBK)

Program peningkatan nilai-nilai spritual, dan nasionalisme serta program pencerahan mengenai urgensi pendidikan karakter bangsa melalui buletin dan seminar.

3.2.1 Pendidikan sebagai Cita-cita Luhur Bangsa
Dari pernyataan diatas, dapatlah disimpulkan, bahwa objek yang paling pentig untuk dikembangkan adalah Pendidikan. Karena pendidikan  merupakan sebuah cita-cita luhur bangsa Indonesia saat terjadi kemerdekaan, sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD ’45. Peran pemerintah saat ini dalam meningkatkan kecerdasan rakyat Indonesia “seharusnya” dijalankan dalam program-programnya. Kata mencerdaskan kehidupan bangsa dalam pembukaan UUD’45 adalah melahirkan kembali pemuda-pemuda yang berintelektual.
Saat ini pendidikan indentik dengan kegilaan dan kekayaan. Ketika ujian akhir (UN) banyak sekali siswa yang stress. Kekhawatiran yang berlebihan akan kelulusan siswa ditingkat akhirnya menuju jenjang yang lebih tinggi dapat menyebabkan hal tersebut. Aneh, sudah banyak kejadian seperti itu namun pemerintah masih tetap berkutat pada sistem yang sama namun caranya berbeda. Apakah setiap tahun nilai harus meningkat?jika sudah sampai nilai tertinggi mau apa? Masih menjadi pertanyaan bagi kita semua.
Pendidikan juga banyak dikatakan orang berhubungan dengan uang. Biaya pendidikan yang kini semakin meninggi seperti gedung-gedung pencakar langit. Bagaikan bangunan megah dan hanya orang-orang golongan tertentu yang mencapai puncaknya. Adalagi penyebab mulai mahalnya pendidikan yang katanya terobosan mutakhir bangsa Indonesia yaitu, UU BHP yang menempatkan satuan pendidikan sebagai subjek hukum yang memiliki otonomi luas, akademik maupun non akademik, tanpa khawatir lagi dengan kooptasi birokrasi. Dengan adanya BHP saat ditandai dengan meningkatnya biaya-biaya pendidikan. Pemerintah yang seharusnya punya wewenang kuat dalam menyusun dan melaksanakan pendidikan ternyata seperti lepas tangan terhadap cita-cita luhur para proklamator.
Banyak orang yang belum tahu bahwa ketika selesai pada masa dunia pendidikan dan masuk pada dunia kerja nilai kemanusiaan menjadi komoditi, faktor produksi yang menguntungan perusahaan saja. Pendidikan kita kejar setinggi-tingginya mentok sampai dengan karyawan perusahaan. Sungguh miris benar!.
Pendidikan merupakan sebuah hal yang harus diutamakan dan diperhatikan. Pendidikan yang paling mudah kita lakukan yaitu, dalam lingkungan keluarga. Penyadaran akan pentingnya pendidikan sejak dini dapat membangun nuansa keilmuan dalam lingkuangan keluarga. Kecintaan akan ilmu bukan sekedar nilai-nilai mata pelajaran yang diutamakan namun ilmu serta implementasi dari ilmu tersebut yang utama. Jika kita memiliki niat untuk mengikuti jenjang pendidikan sampai tingkat tinggi maka harus dilakukan usaha yang maksimal apalagi jika kantong terbatas.
Pada kenyataanya, Pemerintah seolah menjadikan pendidikan sebagai tempat mata pencaharian, padahal seharusnya pendidikan dijadikan sebagai penanaman moral bangsa kita yang dulu sangat dibanggakan. Tidaklah setiap tahun nilai harus meningkat namun terus ditingkatkan. Janganlah lain menteri lain pula sistemnya, jika itu baik mengapa tidak kita teruskan dan refleksikan kedalam diri masing-masing kita. Pendidikan harus dimulai dari yang mendidik agar tercapainya tujuan bangsa kita yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sehingga bangsa kita menjadi bangsa yang kental akan nuansa intelektual serta menghormati nilai-nilai kemanusiaan.
Setelah merangkai  visi dan misi demi mewujudkan cita-cita luhur bangsa, maka kita perlu mereliasiasikannya dalam bentuk yang nyata, Indonesia telah menjadi negara merdeka lebih dari enam puluh tujuh tahun. Usia enam puluh tujuh memang tampak masih sangat muda, apalagi jika dibandingkan dengan China ataupun Jepang yang usianya sudah ribuan tahun. Meskipun masih muda, namun bangsa Indonesia lahir dari pergulatan dan pergolakan politik yang sangat panjang yang dialami sejak masih zaman kerajaan hingga menjadi negara berbentuk republik.
Dari proses belajar hidup berbangsa yang lama inilah kemudian lahir para tokoh-tokoh bangsa yang idealis dan bervisi jauh ke depan. Sebut saja, Mahapatih Gajahmada, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung, Pattimura, Soekarno, Mohammad Hatta, KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, AA Maramis, KH Ahmad Dahlan, dan lain-lain. Mereka adalah para pemimpin di tengah masyarakat yang sangat dihormati dan memiliki perhatian yang besar terhadap nasib bangsa.

            Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai cita-cita luhur bangsa dan merupakan karya monumental para tokoh pendiri negara (founding fathers) dengan visi masa depan dan berakar pada sejarah bangsa. Kita dapat melihat wajah sekaligus arah bangsa Indonesia dengan melihat Pancasila dan UUD 1945.
Dalam pembukaan UUD 1945, disebutkan dengan gamblang tentang cita-cita luhur dibentuknya negara Republik Indonesia yang berdaulat. Cita-cita luhur yang diamanatkan oleh UUD 1945 ada empat poin, di antaranya, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Cita-cita tersebut sebenarnya adalah tugas paling pokok yang harus diwujudkan oleh negara.
Saat ini, dapat kita amati bahwa realisasi empat poin cita-cita luhur bangsa Indonesia yang diamanatkan oleh UUD 1945 belum menampakkan hasil yang memuaskan. Dari Rezim Orde Lama hingga Orde Reformasi dapat dikatakan bahwa perwujudan cita-cita bangsa ini mengalami kegagalan.
Pertama, perlindungan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, kesehatan, maupun keamanan yang diberikan oleh negara masih belum merata kepada segenap bangsa Indonesia, melainkan hanya untuk individu/ kelompok tertentu terutama yang dekat dengan pusat kekuasaan. Sedangkan, rakyat miskin (miskin multidimensi: miskin aset, miskin akses, miskin ilmu, dll) seringkali diabaikan.
Janji-janji para calon wakil rakyat dan calon pemimpin bangsa pada saat kampanye yang berbunyi ”memperjuangkan wong cilik (rakyat jelata)”, ”membela kaum tertindas”, dan sebagainya, ternyata hanyalah sekadar janji yang tak kunjung dipenuhi. Maka, terjadilah ”pengingkaran janji” yang dilakukan oleh para penguasa negeri ini. Dan, kenyataan ini telah berlangsung selama lebih dari setengah abad. Para penguasa pun menjadi pragmatis dan cenderung bersikap egois dengan menempatkan kepentingan pribadi dan golongan/ kelompoknya di atas kepentingan bangsa dan negara.
Kedua, dalam hal memajukan kesejahteraan umum atau mewujudkan negara yang sejahtera (welfare state), pemerintah juga masih belum mampu merealisasikannya dengan baik. Kesejahteraan hanyalah dimiliki dan dimonopoli oleh segelintir orang/kelompok masyarakat. Parahnya, persebaran kesejahteraan hanya berkutat dan berkisar pada orang/ kelompok yang memang telah mapan. Kemapanan tersebut hanya diwariskan kepada orang/kelompoknya saja, bukannya dibagi atau disebar kepada orang/kelompok lain yang masih terjerat kemiskinan.
Laporan Biro Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan bulan Maret 2007 menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia sebesar 16,58 persen atau 37,17 juta jiwa dari seluruh penduduk Indonesia. Sedangkan versi Bank Dunia (World Bank) menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia mencapai 49,5 persen atau 109 juta jiwa.
Di samping itu, Bank Dunia juga menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat sebanyak 12 juta orang pengangguran terbuka dan 30 juta orang setengah pengangguran. Dari sinilah dapat dilihat bahwa problem kemiskinan di Indonesia telah berada pada titik yang mengkhawatirkan.
Kemiskinan bukan hanya menjadi persoalan Indonesia atau negara tertentu yang memiliki predikat sebagai negara miskin. Akan tetapi, kemiskinan telah menjadi keprihatinan masyarakat internasional dan menjadi isu penting dalam berbagai forum internasional.
Keprihatinan inilah yang kemudian mendorong 195 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bertemu dalam suatu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) untuk membahas persoalan ini pada September 2002.
Hasil dari pertemuan tersebut adalah sebuah rumusan program global yang dikenal dengan Millenium Development Goals/ MDGs (tujuan pembangunan millenium). Persoalan kemiskinan menjadi poin paling penting di antara delapan poin problem masyarakat dunia yang perlu segera diatasi oleh masyarakat dunia secara bersama-sama. Oleh karena itulah, upaya-upaya kreatif dalam rangka menanggulangi kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan dalam masyarakat perlu segera dicari dan diaplikasikan.
Ketiga, dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa, tampak bahwa negara belum mampu mengupayakan pendidikan yang merata bagi setiap penduduk. Pendidikan kian menjadi barang mahal yang hanya bisa dibeli dan dinikmati oleh orang yang punya uang. Alokasi dana sebesar 20 persen dari APBN untuk bidang pendidikan juga belum terealisasi. Ujung dari semua itu adalah terjadinya problem kebodohan yang dialami oleh penduduk miskin yang jumlahnya cukup besar.
Alokasi dana sebesar 20 peren dari APBN untuk bidang pendidikan perlu direalisasikan secepatnya, tentunya dengan diawasi secara ketat supaya tidak terjadi korupsi dalam pelaksanaannya. Dengan realisasi 20 peren dana APBN untuk pendidikan diharapkan akan membawa manfaat yang besar terutama bagi rakyat miskin yang selama ini tidak bisa menikmati pendidikan formal. Sehingga, pendidikan dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat.
Hal ini penting karena kunci kemajuan sebuah bangsa terletak pada kemajuan mutu pendidikannya.
Keempat, dalam hal ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, pada saat ini, ternyata juga belum dapat direalisasikan dengan baik. Bargaining position Indonesia di tingkat internasional masih sangat lemah.
Dapat kita saksikan bagaimana Timor Timur, pulau Sipadan, serta pulau Ligitan yang telah lepas dari Indonesia. Kemudian, kasus penyiksaan yang dilakukan oleh para majikan dari negara lain terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI). Betapa harga diri dan martabat bangsa Indonesia sangat rendah nilainya di mata bangsa-bangsa lain di dunia.
Pertanyaannya kemudian adalah kapankah Indonesia dapat merealisasikan cita-cita luhurnya? Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran yang sangat vital untuk dapat segera merealisasikan empat cita-cita luhur bangsa Indonesia. 





Hasil Diskusi
Pertanyaan kelompok 1
Dijawab oleh Rohmati 122110101081
Question:
1.      Sejauh mana bangsa Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia?
2.      Seperti yang diketahui, di Indonesia banyak terjadi pertikaian dan konflik, apakah cita-cita luhur bangsa yang terkandung dalam pancasila hanya sebagai Teks belaka tanpa aplikasi yang nyata?
3.      Bagaimana pancasila menghadapi dan memandang problema tersebut?
Answer
1.                  Salah satu tujuan nasional Indonesia atau bias disebut sebagai  cita-cita luhur bangsa yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan. Realisasi yang selama ini terjadi bahwasanya Indonesia secara aktif mengirimkan pasukan bersenjata bersama dengan Negara lainnya dibawah organisasi pertahanan dunia (NATO), demi menegakkan perdamaian dunia.
Yang perlu diinstropeksi, peran serta Indonesia dikancah International sangatlah minim. Seolah-olah hanya sebatas mengirimkan pasukan saja. Buktiya, ketika diplomatic Indonesia dating ke Israel sebagai juru pedamai, atas nama GNB, diplomatic Indonesia tersebut harus kehilangan muka karena ditolak mentah-mentah oleh Israel. Yang tidak menganggap bahwa Indonesia itu ada dan menjadi Negara alias tidak mengakui dan tidak mengenal kedaulatan Negara Indonesia selama 67 tahun.
2.                  Banyaknya konflik yang terjadi bukanlah berasal atau bersumber dari nilai pancasila yang dirangkai oleh para leluhur Indonesia sebagai tujuan nasional. Para leluhur tidak pernah bermaksud untuk menghancurkan Negara ini dengan kopnflik. Namun mempersatukan Negara ini menjadi Negara yang utuh dan kokoh dalam satu ikatan. Dan sebagai saksi hidup yang nyata adalah teks pancasila dan pembukaan UUD 1945. Jika kedua dasar ini diubah sama halnya mengubah atau menguliti keperibadian bagsa ini dengan kepribadian yang tidak lebih baik darinya. Karena situasi perjuangan di masa kini dan masa dulu sangatlah berbeda.
Yang perlu diinstropeksi bukanlah nilai-nlai pancasila yang telah mengakar pada jiwa Negara Indonesia, tapi yang perlu diinstroipeksi adalah seberapa dalam nilai tersebut mengakar apada setiap diri bangsa Indoneia dan di;laksanakan sesuai dengan harapan para leluhur. Karena pada kenyataannya, kesadaran pada setiap diri bangsa amatlah kurang dan sangat memprihatinkan.
            Sekali lagi bukan teks pancasila yang harus diubah atau hanya dipertontonkan seumur hidup oleh bangsa Indonesia, melainkan sifat dan sikap bangsa Indonesia yang te;lah banyak dipengaruhi oleh budaya luar maupun masih mengagungkan nama etnis masing-masing.
            Indonesia mempunyai kekayaan budaya, dan kondisi Indonesia yang multicultural ini sering kali menimbulkan konflik diantara etnis-etnis yang masih belum tersentuh oleh nilai luhur pancasila dan lebih mementingkan egoisme etnisnya. Seandainya ia mendudukkan pancasila sebagai pedoman dan menjujung tinggi nilai pancasila ssebgai cita-cita luihur bangsa dalam satu naungan Indonesia, maka tidak akan terjadi pertikaian dan konflik lagi.
            Kalau memang pancasila hanya sekadar teks belaka, maka tidak akan ada yang namanya penghargaan akan pluralisme dan multicultural. Sebaliknya hukum causalitas atau yang lebih dikenal dengan hukum rimba akan terjadi dimana-mana, karena tiap etnis akan saling menyingkirka etnis yang lain. Namun pada kenyataan yang kita lihat sehari-hari, banyak etnis berbaur dengan baik dan tidak ada determinasi pada etnis tertentu.
            Konflik yang minoritas terjadi di Indonesia hanyalah sebagai variable con-founding (perancu) dari variable dependen yakni nilai pancasila terhadap pengimplementasiannya. Jadi, janganlah menyingkirkan sesuatu yang telah berperan besar pada kehidupan bangsa Indonesia hanya karena permasalah kecil yang dibesar-besarkan bayangannya. Lihatlah peran yang nyata, jangan melihat bayangan yang menyesatkan.
            Attitude, aptitude dan kesadaran bagsa Indonesia yang kurang inilah yang perlu dibenahi, maka perlu adanya revitalisasi prinsip dasar pada setiap diri bangsa Indonesia, prinsip yang perlu ditanam tersebut antara lain: spiritual, moralitas, edukasi.

3.      Berdasrkan rasionalitas bukanlah pancasila yang wajib menghadapi atau memerangi problem-problem yang ada di Negara kita, melainkan kita bangsa Indonesialah yang wajib mengahncurkan problem yang terjadi didalam negeri ini. Sedangakan pancasila hanya bias memberkan pedoman yang tanpa lelah telah dipegangnya selama 67 tahun. Dan bertengger menjadi sponsor bagi para pejabat, kaum intelektual, anak sekolah dan dimanapun ia berada.
Kita saja yang tidak mengerti bahwa pandangan pancasila yang tenang itu telah berubah menjadi pandangan yang sinis. Sebagai bangsa yang berpedoman, seharusnya kita mencari problem solving untuk permasalahan Negara kita ini, 
Problem solving yang bias  kita lakukan diantaranya adalah:
·         Menanamkan prinsip yang tegas dan berkualitas dalam diri bangsa Indonesia.
Setiap bangsa harus mempunyai disiplin yang tinggi dan tegas pada komitmen dirinya sendiri, sehingga ia bisa dengan teguh menanamkan dan merealisasikan nilai pancasila dengan baik. Berkualitas disini, ia mempunyai visi misi yang progresif disetiap ia membuka matanya. Dengan menjadikan sejarah sebagai pelajaran, hari ini sebagai proses yang nyata, dan hari esok sebagai visi misi yang harus disukseskan.
·         Menerapkan system pemerintahan yang bersih dari tikut pengerat.
Dimanapun tikus pengerat tinggal, tidak akan pernah ada kedamaian dirumah majikannya. Jika rumah majikan ingin aman, maka musnahkanlah tikus tersebut. Disini yang berposisi sengai tuan rumah adalah Indonesia, dan tikus pengerat adalah koruptor. Jika rumah terdapat tikus pengeratnya, anggapan orang pertama kali adalah pemilik rumah tersebut jorok dan tidak memelihara rumahnya dengan baik. Apakah Indonesia jorok?
·         Adanya pengawasan yang ketat dan objektif dari parlemen dan rakyat. Baik terhadap program pemerintah pusat, daerah, maupun desa.
Di Indonesia tidak ada lembaga yang benar-benar bias mengawasi program yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan tegas. DPR sudah dilumpuhkan oleh profesi baruya sebagai pengacara tikus pengerat, LSM yang seharusnya mengayomi dan membela rakyat kecil telah menjadi ulat bagi para pejabat, uang turun LSM minum.


·         Memutus rantai ketergantungan antar pejabat.
Korupsi yang terjadi saat ini dikarenakan adanya pelajaran yang efektif bagi pejabat baru atau pejabat muda. Yang menjadi guru adalah pejabat tua. Jadi, pendidikan yang diminati di Indonesia dan lazim terjadi adalah pendidikan korupsi. Jika ada satu pejabat saja yang tidak mau berkorupsi maka ia tidak akan mendapat posisi yang aman dikalangan parlemen, atau dikalangan pemerintah baik desa, daerah, maupun pusat.
            Barang siapa yang pintar dalam pendidikan korupsi, dan bisa melakukan kerjasama dengan baik dengan para senior, maka ia akan cepat naik pangkat. Karena ia telah menjadi saudara seiman dengan tikus pengerat seniornya.
            Untuk menjadi bupati, maka ia harus punya rencana korupsi bersama camat, lurah dan badan lain dibawahnya serta badan yang lebih tinggi diatasnya. Dengan sarana tersebut, ia akan lebih aman memenangkan pemilu tsb.
            Oleh karenanya rantai antar pejabat dalam hal rencana korupsi yang produktif ini harus dihancurkan.
·         Menyiapkan ‘petimati’ bagi para korupsi.
Seorang guru berkata, jika Indonesia menyiakan 10 ribu peti mati bagi para koruptor dan mengubah peraturan hokum menjadi lebih tegas, tikus pengerat mana yang lebih dulu menempati petimati pertama.
Maka petimati pertama ini akan menjadi pelajaran bagi calon penghuni petimati berikutnya.
·         Merevitalisasi peraturan yang rancu dan men-scan peraturan yang terkena virus
Banyak peraturan yang dianggap rancu dan menyeleweng dari pancasila, demi mengamankan posisi tikus pengerat, peraturan ini diisi dengan virus yang samar dan melumpuhkann organ dalam system, mengacaukan antar sesame peraturan dan saling perang. Contohnya saja antara cicak dan buaya, betapa ironisnya Negara kita, hingga semua tangan mampu menulis diatas ubun-ubun Indonesia dengan maksudnya yang picik.
Kelompok 3:
Dijawab oleh Rochmanita Ulfah
Question
1.      Menurut saudara kapan cita- cita luhur tersebut dapat di penuhi Negara Indonesia ini? Sedangkan generasi tua atau generasi mudapun masih sangat kurang dalam hal moral.
Answer:
Cita-cita luhur bangsa bisa tercapai apabila adanya kesamaan tujuan antara kita sebagai warga negara dengan pemerintah. Kita tanamkan rasa tanggung jawab di setiap individu, baik golongan tua maupun golongan muda. Apabila factor ini sudah terpenuhi maka mudah untuk mencapai cita-cita luhur bangsa. Terkait dengan kuranya moral generasi muda maupun generasi tua, ini tergantung pada individu masing-masing. Namun, kita sebagai warga negara yang baik, harus memiliki rasa tanggung jawab untuk memperbaiki moral bangsa, dengan cara memperbaiki moral diri kita sendiri sebelum kita mengkritik orang lain. Senlanjutnya kita dapan membantu sekeliling kita untuk menunjukkan moral yang seperti apa yang patut untuk di jadikan pedoman hidup. Dengan adanya kesadaran pada setiap individu,
contoh memperbaiki moral sendiri          
 kita dapat mempermudah langkah kita untuk            
mencapai cita-cita luhur bangsa.

Pertanyaan dari Kelompok 4
Dijawab oleh ainy
Question
1.      Apakah TNI dan Polri sebagai lembaga pertahanan negara sudah menjalankan tugasnya dengan baik dan benar dan landasan apa yang digunakan TNI dan Polri untuk menjalankan tugasnya?
Answer :
TNI dan Polri sudah menjalankan tugasnya dengan cukup baik. Adapun tugas dari TNI dan Polri adalah sebagai berikut :
TNI     >
·         Menegakkan kedaulatan negara,
·         Mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
·          Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Polri     > 
·         Memelihara Keamanan dan Ketertiban Masyarakat ( HARKAMTIBMAS )
·         Pelindung, Pengayom dan Pelayan Masyarakat
·         Aparatur Penegak Hukum
Landasan dari keduanya adalah :
·         1.P A N C A S I L A
·         2.UUD 1945
·         3.TRI BRATA
·         4. CATUR PRASETYA
·         5. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, antara lain :
·         TENTANG KEPOLISIAN  Undang Undang Kepolisian No.2 Tahun 2002

Pertanyaan Dari   Kelompok 5
Dijawab oleh Lutfi Imansari 122110101059
1.      Bagaimana cara yang efektif untuk mencapai cita-cita luhur bangsa?
Answer
Cara efektif untuk mencapai cita – cita luhur bangsa yaitu dengan memprioritaskan aspek vital pertama dan utama yaitu aspek pendidikan. Seperti yang kita tahu bahwa pendidikan merupakan fondasi awal suatu perkembangan bangsa menjadi lebih baik, perkembangan tersebut pastinya dimulai dari lingkup terkecil terlebih dahulu misal dalam lingkup keluarga.Dalam hal ini keluarga memiliki peran penting dimana mulai ditanamkan pendidikan dasar nonformal seperti etika berperilaku, sopan santun dan sebagainya disamping pendidikan formal (baca tulis), sehingga dengan pengembangan pendidikan yang baik dapat memberikan kontribusi yang lebih baik pula dalam efektifitas pencapaian cita-cita luhur bangsa Indonesia.
·         Pentingnya penerapan pendidikan mulai dari lingkup terkecil (keluarga)




                                                                                                                   

·         Pendidikan dalam pemberdayaan anak-anak jalanan (non formal) dalam rangka perbaikan kualitas SDM di Indonesia untuk sarana perwujudan pencapaian cita-cita luhur bangsa.
·         Salah satu tokoh yang berperan dalam perwujudan efektifitas pencapaian cita-cita luhur bangsa dalam dunia ilmu pengetahuan (B.J Habibie)


Pertanyaan dari kelompok 8
Dijawab oleh Allamal hakam
Question
1.      Pada slide dijelaskan bahwa mku pancasila itu untuk aspek having dan aspek being, maksudnya apa? Jelaskan!
Answer
Pendidikan pancasila mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan untuk memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman akademis, ketrampilan profesional, dan kedalaman intelektual, kepatuhan kepada nilai-nilai Pancasila (it is matter of having). Kedua, pendidikan untuk membentuk jati diri menjadi sarjana yang selalu komitmen dengan kepentingan bangsa dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila (it is matter of being).
Untuk memudahkan dalam melaksanakan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagaimana dimaksud, berikut 45 nilai luhur sebagai pedoman pengamalan Pancasila dari setiap silanya yang kita yakini mampu membawa kesejahteraan bagi bangsa dan negara kita.
Sila : Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Sila : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila : Persatuan Indonesia
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

Sila : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata.













BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
2.      Cita-cita luhur bangsa tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat yang berbunyi:
·         Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
·         Memajukan kesejahteraan umum.
·         Mencerdaskan kehidupan bangsa.
·         Dan ikut  melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.
3.      Dalam merealisasikan cita-cita luhur bangsa ini, masih banyak yang perlu diinstropeksi dan ditindaklanjuti oleh pemerintah secara tegas. Karena dalam pengimplementasian pancasila tidak sepenuhnya dilakukan dengan baik. Baik dari pihak pemerintah maupun rakyat Indonesia sendiri. Namun yang harus menanggung dan berposisi jadi korban adalah rakyat, dan yang menjadi sutradara kaya adalah pejabat
Oleh karena itu, setiap bangsa Indonesia harus bisa menanamkan 4 prinsip dasar, yaitu: spiritual, edukasi, moralitas, dan nasionalisme kebangsaan.
4.2  Saran
Warga negara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.

















DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pancoran Tujuh.
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pantjoran Tujuh.
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta
          Djamal,D.1986.Pokok-Pokok Bahasan Pancasila.Bandung: Remadja Karya.
          Laboratorium Pancasila. 1981. Pancasila dalam Kedudukan dan Fungsinya sebagai
          Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional.
          Tim Penulis Jurusan PMPKN. 1987. Pancasila Dasar Negara dan Pandangan Hidup
          Bangsa Indonesia. Malang : IKIP Malang.
Sumber Lain :
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm
http:// www.google.co.id
http:// www.teoma.com
http:// www.kumpulblogger.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar